Oleh :Eka Khaerandy Oktafianto
Pada beberapa bulan terakhir ini selama rentang waktu 2022, masyarakat sulbar mengalami fluktuasi harga komoditas pertanian seperti komoditas tanaman pangan, perikanan dan peternakan.
Berfluktuasinya harga komoditas di sulbar ini ditengarai karena beberapa faktor semisal sedikitnya pasokan sebagai akibat dari cuaca buruk yang berpengaruh terhadap produksi komoditas tersebut. Berfluktuasinya harga ini sangat memberatkan bagi konsumen, bahkan berfluktuasinya harga komoditas pertanian ini dominan dalam memberikan andil terhadap inflasi sepanjang tahun 2022 ini.
Hal ini tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) pada bulan November 2022, Nilai Tukar Tanaman Pangan (NTPP) yang tercatat sebesar 96,19 atau mengalami penurunan sebesar 0,14 persen, Nilai Tukar Peternakan (NTPT) yang tercatat sebesar 96,31 atau mengalami penurunan sebesar 0,09. Serta Nilai Tukar Perikanan (NTNP) sebesar 105,90 atau mengalami penurunan 1,62 persen.
Hal tersebut memberikan beberapa arti bahwa pertama nilai NTP dibawah 100 mengindikasikan petani yang tidak sejahtera. Kedua tingkat kesejahteraan/daya beli petani dalam sebulan terakhir mengalami penurunan.
Penurunan ini disebabkan oleh kenaikan indeks harga komoditas pertanian lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan indeks harga barang yang harus dibayar oleh petani. Hal ini terjadi karena kenaikan harga barang-barang kebutuhan konsumsi dan keperluan produksi pertanian kenaikannya lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan harga barang produksi pertanian.
Menurut hasil SUTAS 2018, terdapat lebih dari 59rb rumah tangga usaha pertanian di Sulbar yang merupakan petani gurem dengan lahan yang diolah kurang dari setengah hektar.
Skala usaha yang kecil ini memungkinkan petani tidak mampu mencukupi kebutuhan hidupnya meski kegiatan usaha pertanian tersebut menguntungkan. Terlebih lagi ketika petani harus berbagi hasil dengan pemilik lahan/modal.
Dengan demikian kesejahteraan petani semakin sulit untuk direngkuh.
Sektor pertanian yang berperan 43,44 persen terhadap share perekonomian (PDRB) Sulbar, dan tumbuh sebesar 3,98 persen dari triwulan sebelumnya, ternyata belum sepenuhnya mampu mengangkat kesejahteraan petani sulbar. Hal ini tercermin pada angka kemiskinan yang tinggi justru terjadi di wilayah perdesaan di Sulbar yang mencapai 137,73 ribu orang pada kondisi Maret 2022.
Dimana para petani banyak berasal dari Pedesaan. Belum lagi dengan tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan di perdesaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perkotaan.
Hal ini bisa jadi karena dengan share yang besar tersebut mayoritas disumbagkan oleh sektor perkebuan rakyat dalam hal ini didominasi oleh perkebuan kelapa sawit, dimana NTP sektor perkebuan sudah tinggi yaitu 144,10.
Hal ini berarti petani perkebunan rakyat (kelapa sawit) saja yang sudah sejahtera. Namun tidak dengan petani dengan subsektor selain itu.
Sektor pertanian juga menjadi tumpuan hidup bagi 50,24 persen dari tenaga kerja di Indonesia.
Hal ini berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Bulan Agustus 2022.
Jadi segala yang terjadi pada sektor pertanian harus menjadi perhatian utama pemerintah. Termasuk bagaimana mengurangi tingkat kemiskinan di perdesaan, maka sektor pertanian harus menjadi prioritas.
Harus diakui keberhasilan pemerintah melalui berbagai program untuk meningkatkan produktifitas pertanian patut kita apresiasi.
Namun hal tersebut belum cukup untuk meningkatkan kesejahteraan petani di Sulbar. Kesejahteaan petani hanya dinimkati oleh mereka yang bekerja pada subsektor perkebunan rakyat terkhusus di tanaman kelapa sawit. Karena kesejahteraan petani tidak hanya berdasarkan pada pendapatan petani saja, namun juga bagaimana pengeluaran petani.
Jika untuk biaya bercocok tanam pemerintah banyak memberikan subsidi, maka untuk pengeluaran konsumsi rumah tangga seperti pangan, sandang, perumahan, pendidikan, dan kesehatan juga harus mendapat perhatian.
Karena kenaikan harga barang konsumsi rumah tangga ini berpengaruh besar dalam menurunkan kesejahteraan petani.
Jadi ada dua cara untuk meningkatkan kesejahteraan petani, yaitu dengan melindungi harga jual produk pertanian di tingkat petani dan bagaimana menekan kenaikan harga barang kebutuhan petani.
Perlindungan harga petani ini bisa dilakukan dengan harga pokok pembelian yang menguntungkan petani atau memperpendek rantai distribusi produk pertanian hingga ke konsumen.
Pembentukan koperasi pemasaran yang langsung menghubungkan petani dengan pedagang eceran di kota-kota besar mungkin bisa menjadi solusi.
Selain itu perlindungan terhadap petani dari gagal panen akibat perubahan iklim atau bencana alam perlu ditingkatkan dalam bentuk asuransi pertanian.
Sehingga hal tersebut akan meminimalisir kerugian petani dan tidak semakin menambah tingkat kemiskinan di perdesaan.
Demikian juga untuk barang kebutuhan konsumsi petani, rantai pemasaran dari produsen hingga ke warung penjualan hasil pertanaian yang mendekatkan kepada konsumen perlu dipangkas, sebagaimana warung Rumah Pangan Kita (RPK) yang digagas oleh Perum Bulog.
Uraian diatas harus menjadi perhatian bagi pemerintah Sulbar mampu meningkatkan kesejahteraan petani di perdesaaan.(*)