Oleh : Muslimin.M
Kata orang bijak, perubahan selalu dimulai dari diri sendiri. Tetapi, siapa yang mau memulai ? Banyak orang yang menunggu perubahan datang dari luar, menunggu orang lain, menunggu keadaan yang lebih baik, menunggu pemerintah.
Padahal,
perubahan yang sejati justru dimulai dari kesediaan untuk berubah, dimulai dari langkah pertama yang kecil yaitu dari diri sendiri.
Saya sering bertanya tanya, mengapa perubahan itu kadang begitu sulit, apakah perubahan itu identik dengan meninggalkan zona nyaman ?,
Bukankah,
zona nyaman itu sering menjadi tembok yang tak tampak, dinding kokoh yang menahan kita untuk berkembang.
Sejatinya,
perubahan tidak harus selalu radikal, tetapi keberanian untuk memulai. Seperti kata orang bijak “Perubahan dimulai dari langkah pertama.” dan langkah pertama itu harus datang dari diri kita sendiri.
Apakah perubahan itu identik dengan pragmatisme politik ?
Politik di negeri ini seperti dongeng yang tak berujung. Setiap kali menjelang pemilu atau pilkada kita selalu disuguhkan cerita-cerita indah yang menjanjikan perubahan. Para politisi, calon kepala daerah datang dengan janji-janji manis yang seakan membawa harapan baru. Mereka berbicara tentang kemajuan, kesejahteraan, dan kebahagiaan untuk rakyat. Semua terdengar seperti cerita dalam buku dongeng, begitu indah, menggembirakan dan membahagiakan.
Tetapi sayang,
ketika janji-janji itu mulai diuji, yang muncul justru kenyataan yang berbeda. Janji kemakmuran bertransformasi menjadi politik transaksional, janji kesejahteraan berubah menjadi praktik korupsi, dan janji keadilan berakhir dengan kepentingan pribadi yang memuakkan, ya keluarga, teman, kerabat bahkan cucu cicitnya.
Jangan-jangan inilah yang disebut sebagai “*perubahan hanya dongeng politik*”. Dongeng yang diceritakan untuk menenangkan rakyat, menggembirakan rakyat tetapi tidak lebih dari khayalan belaka bahkan tipuan rakyat.
Politik,
seharusnya membawa perubahan yang nyata, bukan sekadar cerita yang indah untuk menyenangkan hati yang justru terjebak dalam dongeng itu sendiri. Kita mulai mempercayai cerita-cerita manis tersebut, padahal kenyataannya jauh dari apa yang dijanjikan.
Dengarlah cerita diberbagai sudut negeri ini, tentang pembangunan yang prestisius, tentang pencapaian ekonomi yang luar biasa, tentang Indonesia yang semakin maju, tentang kesejahteraan, tentang keadilan, tentang kehidupan yang lebih baik.
Apakah semua itu dirasakan oleh rakyat ? Apakah perubahan itu menyentuh kehidupannya secara langsung? Apakah mereka benar-benar merasakan kesejahteraan ?
Sejenak kita merenung, sangat kontras yang dilihat, justru jeritan, keluh kesah atas kehidupan yang menghimpitnya, sementara disisi sana koruptor dengan bangganya merampok uang mereka.
Itulah dongeng politik selalu punya cara untuk mengalihkan perhatian kita dari masalah yang sesungguhnya. Alih-alih membicarakan solusi konkret, malah yang terjadi justru perdebatan panjang yang tidak ada habisnya.
Kita lebih banyak disuguhi cerita tentang siapa yang harus memimpin, tentang siapa yang harus memenangkan pemilu, tentang siapa yang harus menjadi kepala dinas, tentang siapa yang menjadi direktur, dan tentang siapa, dan tentang siapa, pendek kata semua tentang siapa, tanpa benar-benar berbicara tentang bagaimana memperbaiki nasib rakyatnya secara nyata.
Setau saya,
politik yang sehat adalah politik yang tidak hanya pandai berbicara, tetapi juga mampu menunjukkan bukti nyata dari apa yang sudah dilakukan. Politik yang lebih mengedepankan kepentingan rakyat, bukan hanya sekadar mempertahankan kekuasaan.
Dongeng politik memang kadang menghibur, tetapi jangan sampai kita terjebak di dalamnya, kita berpikir lebih jernih, melihat lebih jauh, dan mengutamakan kebenaran diatas segala kepentingan.
Adalah siklus yang berulang, setiap lima tahun sekali, kita mendengar cerita yang sama. Kita disuguhkan dengan harapan-harapan baru, dengan mimpi-mimpi besar tentang perubahan.
Setelah pesta demokrasi selesai, ternyata jauh dari harapan. Tidak ada perubahan yang benar-benar menyentuh kehidupan rakyat, yang miskin tetaplah miskin, yang kaya semakin kaya, kesenjangan sosial ada dimana-mana dan semakin menganga.
Jujur,
sejatinya yang kita butuhkan adalah keberanian untuk melakukan perubahan, bukan sekedar kata-kata, kita butuh tindakan konkret, pengorbanan, dan komitmen yang tulus dari para pemimpin untuk tidak hanya memikirkan diri sendiri, tetapi juga masa depan bangsa ini.
Meskipun, kita juga memahami bahwa perubahan memang tidaklah mudah. Perubahan membutuhkan waktu, butuh proses, dan pengorbanan.
Akan tetapi, perubahan itu harus dimulai dengan kesadaran bersama bahwa kita tidak bisa lagi terus-menerus terjebak dalam dongeng politik yang sama.
Kita harus menuntut lebih dari sekadar janji-janji kosong. Kita harus menuntut tindakan nyata, perubahan yang benar-benar bisa dirasakan oleh rakyat.
Jika politik hanya menjadi panggung untuk bercerita, maka kita akan terus hidup dalam dongeng yang tak berujung.
Tetapi,
jika kita berani mengubahnya, jika kita berani mengatasi kenyataan yang ada, maka perubahan yang membawa kemakmuran dan keadilan bagi semua bukan lagi sekadar mimpi, tetapi menjadi nyata adanya untuk kita rakyat Indonesia.(**)