Luwu Utara, daulatrakyat.id — Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Luwu Utara kini tengah mengggodok sebuah regulasi dalam rangka untuk mendukung Peta Jalan Kakao Lestari. Regulasi tersebut berupa Peraturan Bupati (Perbup) tentang Peta Jalan Kakao Lestari.
Pembahasan terkait hal ini dilakukan dalam sebuah forum diskusi bernama Workshop Rancangan Peraturan Bupati Roadmap Kakao Lestari dan Focus Group Discussion (FGD) Sinergi TAKE dalam mendukung Peta Jalan Kakao Lestari di kabupaten Luwu Utara.
Kegiatan diskusi interaktif ini dilaksanakan selama dua hari. Mulai Rabu 28 Februari 2024 sampai Kamis 29 Februari 2029. Workshop dan FGD ini dihadiri seluruh stakeholder terkait. Di antaranya Perangkat Daerah terkait, pemerintah desa, akademisi, dan media.
Kegiatan Workshop Rancangan Peraturan Bupati tentang Kakao Lestari serta FGD Sinergi Transfer Anggaran Kabupaten Berbasis Ekologi (TAKE) terselenggara atas kerja sama Pemda Lutra dengan ICRAF, Rainforest Alliance dan MARS melalui program SFITAL.
SFITAL adalah Sustainable Farming System in Asian Tropical Landscapes atau Sistem Pertanian Berkelanjutan di Lansekap Tropis Asia. SFITAL adalah kegiatan riset-aksi yang berlangsung mulai 2020-2025. Program ini didanai International Fund for Agriculture Development (IFAD).
Salah satu Narasumber yang ikut memaparkan materinya adalah Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Riset dan Inovasi Daerah (Bapperida) kabupaten Luwu Utara yang diwakili oleh Kepala Bidang (Kabid) Ekonomi, SDA dan Infrastruktur, Ovan Patuang Putra.
Materi dan pemaparan yang diangkat Bapperida adalah skema TAKE dalam mendukung Peta Jalan Kakao Lestari. Tema ini menarik bagi peserta karena diuraikan secara lebih jelas terkait skema TAKE yang akan diimplementasikan dalam mendukung kakao lestari.
Kepala Bidang Ovan Patuang Putra menyebutkan bahwa ada lima skema Insentif Fiskal Berbasis Ekologi atau Ecological Fiscal Transfer (EFT) yang akan diterapkan dalam mendukung program pemerintah yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Skema insentif fiskal berbasis ekologi itu adalah Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologi (TAKE), Transfer Anggaran Nasional berbasis Ekologi (TANE), Transfer Anggaran Provinsi berbasis Ekologi (TAPE), dan Alokasi Anggaran Kelurahan berbasis Ekologi (ALAKE).
“Insentif fiskal berbasis ekologi ini adalah model pengalokasian belanja transfer dari pemerintah yang lebih tinggi kepada pemerintah tingkat lebih rendah yang bertujuan untuk mendukung perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,” jelas Ovan.
Ia menjelaskan bahwa transfer fiskal dari pemerintah yang lebih tinggi kepada pemerintah di bawahnya dalam jurisdiksi yang sama yang dilaksanakan berdasarkan kewenangan dan kinerja dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan.
Adapun kebijakan pengalokasian belanja transfer berbasis ekologi dari pemda ke desa (TAKE) adalah melalui kebijakan pengalokasisan ADD dengan mempertimbangkan besaran pagu ADD minimal 10% dari DBH (tidak termasuk DBH CHT, DBH DR, dan Tambahan DBH Migas Otsus) dan DAU yang diterima kabupaten pada tahun anggaran berjalan
“Pengalokasian ADD ini berdasarkan kebutuhan siltap kepala desa, sekretaris desa, dan perangkat desa lainnya. Adapun Alokasi Kinerja Desa (AKD) melalui skema TAKE dengan indikator desa membangun (IDM) bobotnya 60% dan desa berkelanjutan bobotnya 40%,” jelasnya.
“Dasar hukumnya jelas, yakni Peraturan Bupati Nomor 52 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pengalokasian, Perhitungan, Penyaluran dan Penggunaan ADD, Bagi Hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Bagian Pemerintah Desa,” jelas putera mendiang FP. Patuang ini.
Dikatakannya bahwa skema TAKE ini tentunya sangat mendorong peningkatan kerja dan kinerja penyelenggaraan pemerintahan desa dalam pengelolaan lingkungan hidup serta pembangunan berkelanjutan yang memang menjadi kewenangan pemerintah desa.
”Skema TAKE ini mulai kita terapkan pada tahun 2023 di 30 desa senilai Rp1.618.938.000, dengan mereformulasi pengalokasian ADD dengan menambahkan AKD dengan indikator IDM, SDG’s Desa dan tetap dilanjutkan pada 2024 untuk 30 desa senilai Rp1.623.862.000,” urai Ovan.
Ovan menyebutkan, ada lima strategi pemda dalam mendukung roadmap kakao lestari, yaitu alokasi dan tata guna lahan berkelanjutan, peningkatan akses petani kakao terhadap modal penghidupan, peningkatan produktivitas dan diversifikasi produk kakao, perbaikan rantai pasok berkelanjutan, serta insentif jasa ekosistem dari kakao berkelanjutan.
“Dalam mewujudkan roadmap kakao lestari di kabupaten Luwu Utara, tentunya membutuhkan sinergi dan kolaborasi multipihak yang telah termuat dalam dokumen roadmap pembagian peran para pihak sesuai dengan kewenangan masing-masing,” imbuh dia.
Adapun integrasi skema Transfer Anggaran Kabupaten Berbasis Ekologi (TAKE) dalam mendukung Roadmap Kakao Lestari di kabupaten Luwu Utara adalah dengan melalui Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologi atau TAKE, dengan lima intervensi strategi.
Lima intervensi strategi yang dimaksud Ovan adalah kompensasi imbal jasa lingkungan hidup (KIJLH) antardaerah berupa TAKE untuk peningkatan fungsi DAS, keanekaragaman hayati dan stok karbon; pembayaran jasa lingkungan hidup; dan label ramah lingkungan hidup.
Intervensi selanjutnya adalah melalui dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup; penghargaan kinerja di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; serta sinergi dan kolaborasi pentahelix.
“Peran serta dari para pemangku kepentingan (stakeholder) terkait merupakan kunci sukses pembangunan, khususnya di Luwu Utara, dengan membangun mulai dari desa untuk Indonesia maju, demi Indonesia emas di 2045,” tutup Ovan Patuang Putra. (lhr/jal/dr)