MAKASSAR.DAULATRAKYAT.ID. Isu kotak kosong di Pilgub Sulsel 2024 makin ramai diperbincangkan. Padahal, masih ada waktu satu bulan sebelum KPU membuka pendaftaran.
Hal itu menyusul dengan masifnya gerakan petahana Andi Sudirman Sulaiman berpasangan Fatmawati Rusdi yang mengincar hampir semua partai politik yang ada.
Sejauh ini pasangan tersebut sudah didukung Partai NasDem (17 kursi), Demokrat (7 kursi) dan PAN (4 kursi). Kemudian sekarang mengincar Gerindra, Golkar, dan PKS.
Kendati demikian, banyak pihak yang menilai bahwa wacana kotak kosong di Pilgub Sulsel akan sulit terwujud karena, dinamika politik di tataran elite masih sangat dinamis. Setiap partai masih bisa mengubah arah dukungan mereka bahkan sehari sebelum pendaftaran pasangan calon di KPU.
Aktivis Politik, Muhammad Ramli Rahim mengatakan, jangankan dalam hitungan bulan, bahkan dalam hitungan hari pun usungan parpol bisa berubah, bahkan bisa terjadi dalam hitungan jam.
Ia mencontohkan, pada tahun 2010 silam misalnya, dirinya pernah diusung oleh parpol non parlemen di Maros, namun berubah hanya dalam 30 menit sebelum pendaftaran di KPU ditutup.
“Lebih parahnya lagi, karena terjadi kekisruhan calon, yang menggantikan saya pun tak lolos dan dinyatakan gagal bertarung di Pilkada Maros 2010. Makanya mengapa isu kotak kosong ini begitu berhembus atau bisa dibaca dihembuskan jauh sebelum pendaftaran di KPU,” tutur Ramli dalam keterangan rilisnya, Minggu, 28 Juli 2024.
Menurut MMR, akronim nama Muhammad Ramli Rahim, jika pun kemudian terwujud kotak kosong di Pilkada, itu pasti terjadi secara alamiah. Semua yang merasa pantas dan mau bertarung dalam kontestasi pastilah percaya bahwa dia mampu terjun ke lapangan dan bertarung dalam lintasan.
“Karena dalam dunia demokrasi saat ini, tak ada “Tumanurung” dan tak ada durian runtuh. Tak ada satupun kontestan yang “diam-diam baek” di rumah lalu diajak ikut pilkada. Jika pun pernah terjadi, mungkin hanya Anies Baswedan yang datangi untuk dicalonkan 2007 silam,” kata Jubir Anies Baswedan di Pilpres 2024 kemarin ini.
Lanjut dia, mereka yang percaya bahwa dirinya bisa masuk dalam kontestasi paling tidak telah memasang baligo, lobi kiri kanan dan tentu saja sudah menyiapkan “isi tas” yang menjadi bekal utama dalam pilkada.
“Pilkada pun sesungguhnya memiliki proses yang memungkinkan calon berkontestasi. Mereka yang tidak yakin dapat parpol atau lebih pede dengan dukungan masyarakat telah menyiapkan jalur independen, mereka yang yakin dapat parpol juga disediakan jalur parpol, nah jika ternyata hanya ada satu calon, tetap bisa berlaga melawan kotak kosong,” bebernya.
Maka dari itu, menuturkan MMR, tak ada istilah begal-begalan dalam proses mendapatkan usungan, jika tak percaya diri lewat parpol, bisa menggunakan jalur independen. Akan tetapi jangan terlalu percaya diri bisa mendapat dukungan parpol karena keputusan parpol ada di tangan DPP.
“Jangankan yang bukan anggota parpol, sekaliber ketua parpol pun bisa saja tak diusung partainya dengan banyak pertimbangan,” tandasnya.
Di sisi lain, MMR meyakini, waktu masih sangat panjang, masih ada satu bulan untuk mencapai dukungan parpol. Kandidat ibarat lelaki yang berniat memikat hati wanita cantik, mereka akan melakukan segala cara untuk meletakkan sang wanita, jika perlu, mereka menggunakan jalur extra Ordinary untuk mendapatkan sang wanita.
“Dan karena kandidat adalah lelaki, maka kandidat boleh berpoligami tapi partai yang jadi gadis cantik tak bisa poliandri,” imbuhnya.
Pada akhirnya, ditekankan mantan Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) ini, semua tetap akan berjalan alami. Semua calon pasti akan berjuang, bermanuver, berkalkulasi, bersiasat.
“Namun, namun akhirnya tak semua sukses. Kata pepatah Bugis, “pada lao teppada Upe”. Itulah mengapa masih setiap pendaftaran issu kotak kosong tiba-tiba hadir menyeruak. Bisa jadi karena para kandidat itu sudah melempar handuk ke pagian, mereka tak kuat bertarung hingga titik akhir lalu mereka berteriak curang,” simpulnya.(*)