KENAKALAN ANAK SEKOLAH

Oleh : Muslimin.M

“Kalau kamu bandel, nakal, mau jadi apa kamu nanti” ?, kalimat ini dilontarkan para guru terhadap muridnya yang dianggap bandel dan nakal disekolah, dimana para guru ini mendengar suara ribut dari ruang kelas hingga lorong kelas, ternyata seorang siswa terlihat membanting buku, menolak tugas yang diberikan gurunya. Bagi guru, ini bukan hal baru, anak-anak dengan perilaku menantang semakin sering ditemukan diruang-ruang belajar, menjadi tantangan serius bagi sistem pendidikan yang masih bertumpu pada kedisiplinan satu arah.

Kaitan dengan cerita guru diatas, ternyata tidak semua anak bandel itu brutal dan sengsara setelah dewasa nanti. Bahkan ada studi sekitar tahun 2020 silam menyimpulkan bahwa anak yang masa kecilnya suka sulit diatur alias bandel tumbuh sukses dengan penghasilan besar. Artinya sikap anak disekolah ini tidak menjadi penyebab menjadi anak yang gagal dikemudian hari, bahkan banyak yang lebih sukses dari teman-teman yang lain.

Benarkah ada anak bandel dan anak nakal ?

Saya membaca beberapa referensi para pandangan psikolog, mengatakan bahwa sebagian besar anak yang berperilaku menyimpang disekolah bukan karena ingin membuat masalah, tapi karena mereka sedang berjuang dengan emosi yang tak tertangani, artinya pendekatan yang hanya menekankan pada hukuman tak lagi relevan, justru hukuman berat dapat menjadi tekanan yang berat baginya.

Bahkan ada banyak kasus
dibalik kenakalan siswa, sering tersembunyi masalah rumah tangga, tekanan akademis, bahkan kondisi gangguan perilaku. Sayangnya, sebagian besar sekolah masih mengandalkan pendekatan disiplin konvensional, seperti skorsing, hukuman fisik yang samar.
Studi yang dilakukan oleh *Child Development Research Center* menunjukkan bahwa anak-anak yang mendapat pendekatan suportif dan konseling cenderung mengalami penurunan signifikan dalam perilaku agresif hingga 35 persen dalam enam bulan.

Sudah saatnya sistem pendidikan kita berhenti melihat kenakalan anak sebagai ancaman. Anak-anak bukan benda yang bisa dicetak seragam, melainkan manusia yang bertumbuh dengan konflik, rasa penasaran dan kebutuhan untuk dipahami.

Jika sekolah mampu melihat lebih jauh dari sekadar perilaku permukaan, maka kenakalan bukan lagi masalah. Ia menjadi peluang, pintu masuk untuk memahami, mendampingi, dan membentuk manusia yang utuh.

Ala kang Dedy

Suatu hari, saya datang ke sebuah sekolah didaerah. Begitu masuk halaman, saya lihat seorang anak duduk dipojok lapangan. Kepalanya menunduk, wajahnya murung. Guru di sana bilang, “Itu, Pak Dedy… anak itu susah diatur. Sering ngelawan, nggak hormat sama guru, bolos juga sering.”

Saya nggak langsung marah. Saya duduk di sebelahnya, diam. Tidak bicara apa-apa dulu. Kadang kita ini terlalu cepat ingin menasihati, padahal belum tahu isi hati si anak.

Beberapa menit kemudian saya tanya pelan, “Kamu sudah makan?”
Dia geleng.
Saya ajak kewarung, makan bareng. Disitu dia mulai cerita. Ayahnya sudah lama meninggal. Ibunya kerja jauh, tinggal sama nenek yang sudah tua. Kadang dia sekolah, kadang tidak. Bukan karena malas, tapi karena bingung… tidak tahu untuk apa sekolah kalau di rumah tidak ada yang peduli.

Saya bilang ke guru-guru di sana, “Anak ini bukan bandel, dia cuma bingung. Dia sedang butuh teman. Bukan dihukum, tapi dipeluk.”

Banyak anak seperti dia.
Dimata kita bandel, padahal sebenarnya mereka sedang teriak minta perhatian. Mereka haus kasih sayang, tapi tidak tahu cara memintanya. Lalu kita hukum, kita bentak, kita skors. Hasilnya? Mereka makin jauh dari kita.

Setelah makan, saya ajak anak itu ngobrol. Saya minta dia bantu bersih-bersih halaman sekolah. Saya puji saat dia rajin. Saya peluk ketika dia selesai. Besoknya, dia datang lagi. Bawa teman. Dia bilang, “Saya mau berubah, Pak.”

Perubahan itu tidak butuh teori panjang. Kadang hanya butuh satu orang dewasa yang mau mendengar, mau mengerti, dan tidak cepat menyalahkan.

Saya selalu percaya, sekolah itu bukan tempat menghukum anak. Sekolah itu harus jadi rumah. Tempat anak-anak merasa aman. Tempat mereka bisa salah, tapi dibimbing. Tempat mereka bisa jatuh, tapi ditolong, bukan dipermalukan.

Anak-anak bandel bukan ancaman. Mereka itu calon pemimpin masa depan, asal kita arahkan dengan cara yang benar. Kata kang Dedy dalam sebuah kisahnya.

Kisah inspiratif dari kang Dedy diatas dalam menangani anak bandel disekolah, sungguh sangat luar biasa dan bahkan sangat jarang dilakukan oleh pemimpin kita saat ini, jangankan selevel kepala daerah, didalam lingkungan warga sekolah sendiri mungkin saja tidak sempat melakukannya.

Semestinya

Banyak dari kita guru maupun orang tua secara refleks bereaksi terhadap perilaku anak. Ketika anak menantang aturan, kita tergoda untuk membalas dengan kontrol yang lebih keras. Padahal, dibalik itu semua kadang ada rasa marah, kecewa, takut, sedih yang belum bisa mereka ungkapkan.

Perilaku yang kasar, menolak, suka melawan hanyalah bentuk komunikasi yang belum matang. Anak-anak belum tahu cara mengekspresikan diri dengan kata-kata, jadi mereka gunakan tindakan.

Saya sering mengamati dan mempelajari bahwa anak-anak yang dianggap paling sulit, justru mereka yang paling butuh dipahami, tidak sedang menantang kita tapi sedang berjuang. Dan yang butuhkan bukan hukuman, melainkan pendampingan.

Seorang anak tak akan berubah hanya karena dimarahi, tapi bisa berubah ketika merasa aman dan dihargai. Kita mesti mulai belajar memberi pujian, bahkan untuk hal kecil dan sederhana.

Perubahan memang tidak instan. Kadang butuh proses berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Dan saya yakin setiap anak punya potensi untuk berkembang asal kita bersedia melihat lebih dalam dari sekadar perilaku luarnya.

Menangani anak bandel bukan tentang mengalahkannya, tapi tentang memahami dari mana mereka datang, bahwa ini adalah perjalanan belajar bagi kita semua orang tua, guru, dan siapa pun yang peduli pada dunia anak.

Karena pada akhirnya, anak-anak hanya ingin satu hal dicintai tanpa syarat, bahkan saat para anak ini sedang tidak mudah untuk dicintai.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses