Oleh : Muslimin.M
Pada 22 Januari 2025, Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) No.1Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025. Instruksi ini merupakan langkah strategis pemerintah dalam mengelola belanja negara secara lebih efektif, sekaligus menekan defisit fiskal yang diproyeksikan mencapai Rp 616,2 triliun atau 2,53 persen dari PDB.
Melalui kebijakan ini, pemerintah menargetkan efisiensi sebesar Rp 306,69 triliun, dengan Rp 256,1 triliun berasal dari pemangkasan belanja Kementerian/Lembaga dan Rp 50,6 triliun dari penyesuaian transfer ke daerah. Upaya ini bertujuan untuk mengurangi pemborosan anggaran serta meningkatkan efektivitas belanja negara dalam menopang pertumbuhan ekonomi (dikutip dari umj.ac.id, 11/3/25).
Apa kira-kira yang terlintas dalam pikiran kita tentang kebijakan presiden Prabowo seperti berita diatas ?.
Saya sering mendengar, membaca bahkan melihat bagaimana reaksi publik terhadap kebijakan ini, yang setuju akan mengatakan, bagus dan tidak apa-apa, toh anggaran yang banyak tidak juga menyelesaikan banyak masalah, malah justru banyak yang bocor bahkan di korup,
lalu yang tidak setuju juga berteriak dan tidak terima, ini tidak benar, ini bisa mematikan ekonomi, ini bisa mematikan usaha menengah dan kecil, dan blablabla… pendek kata tidak setuju efesiensi..
Beberapa hari yang lalu, saya di WA seorang senior politisi yang cukup berpengaruh di suatu daerah, dan tentu saja dengan kedudukannya yang cukup mentereng pada partai yang sedang berkuasa, beliau berdiskusi dan bertukar pikiran dengan saya tentang kebijakan efesiensi ini,
dan beliau mengatakan bahwa ada salah satu lembaga yang mengurusi kepemiluan, dimana kebijakan efesiensi ini menjadi kurang efektif bagi lembaga tersebut karena lembaga itu sudah selesai tugasnya secara fungsional dalam mengawal pemilu atau pilkada, dan lembaga itu tetap aktif dalam aktivitas kesehariannya, dan tentu saja membutuhkan anggaran operasional yang tidak sedikit seperti gaji dan lain-lain.
Saya lalu mencoba mendalami pemikiran sang politisi tersebut, sambil membaca kembali referensi prihal tugas dan tanggung jawabnya lembaga yang dimaksud, meskipun sebetulnya saya pernah menjadi bagian dari lembaga itu beberapa tahun yang lalu.
Jujur, apa yang disampaikan oleh sang politisi diatas cukup logis, apalagi jika kita kaitkan dengan kinerjanya yang kurang memuaskan, misalnya pasca putusan MK ada banyak daerah yang harus pilkada ulang, yang tentu saja butuh dana yang tidak sedikit, belum lagi persoalan ijazah palsu dari calon kepala daerah yang diduga melibatkan oknum anggotanya.
Dalam tulisan ini, tentu saya tidak mengulas sang politisi tersebut, tetapi saya tertarik dan bersemangat mengulas pemikiran beliau tentang efesiensi dan efektifitas kinerja lembaga.
Kita kembali ke tema, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa sebetulnya pemerintah setiap tahunnya menghadapi tantangan besar dalam mengelola anggaran negara.
Tak jarang, anggaran yang seharusnya digunakan untuk memajukan sektor-sektor penting malah terbuang sia-sia karena ketidakefisienan dalam pengelolaannya.
Dalam konstitusi, anggaran negara adalah amanah yang sangat besar. Setiap rupiah yang dikeluarkan berasal dari rakyat, dan kita harus memastikan bahwa dana tersebut digunakan untuk tujuan yang tepat.
Tidak hanya untuk pembangunan infrastruktur, proyek-proyek besar, tetapi juga untuk sektor sosial yang langsung berdampak pada kehidupan rakyat, misalnya pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial.
Tetapi, yang sering terjadi adalah pemborosan dalam berbagai sektor, baik karena ketidakmampuan pemerintah dalam merencanakan pengeluaran dengan matang, maupun karena adanya inefisiensi dalam implementasi proyek-proyek pemerintah.
Efisiensi anggaran bukan hanya soal mengurangi pengeluaran, tetapi lebih pada bagaimana anggaran tersebut dapat digunakan dengan cermat dan tepat sasaran.
Kadang kala, terlalu banyak uang yang terbuang untuk hal-hal yang tidak mendesak dan tidak produktif, yang tidak benar-benar memberikan manfaat langsung bagi masyarakat. Apakah kita ingin biarkan pemborosan terus terjadi ?.
Dan, bagaimana dengan lembaga yang mengurusi pemilu itu ?,
Kata sang politisi tersebut, bahwa lembaga yang mengurusi pemilu itu, memang baiknya di non aktifkan saja dulu, selain fungsional nya sudah tidak begitu signifikan, pun juga untuk mensukseskan kebijakan efesiensi dari presiden Prabowo. Tetapi, lagi-lagi apakah harus begitu solusinya ?,
Sang politisi senior ini menyampaikan argumentasinya yang panjang lebar tentang ini, dan poin penting yang saya garis bawahi dari argumentasi sang politisi senior ini adalah bahwa lembaga penyelenggara tersebut sebaiknya memang adhoc saja untuk kedepannya.
*Tantangan efesiensi*
Semenjak munculnya kebijakan efesiensi ini, saya banyak berdiskusi dengan kawan baik itu politisi, birokrat, akademisi bahkan pelaku usaha. Saya mencatat bahwa tantangan terbesar dalam efisiensi anggaran ini adalah bagaimana menjadikan hal ini sebagai budaya di setiap level pemerintahan.
Semua pihak harus memiliki kesadaran bahwa setiap pengeluaran yang dilakukan harus dapat dipertanggungjawabkan dan memberikan dampak positif bagi rakyat, kita harus mendukung terciptanya efisiensi anggaran agar tujuan pembangunan dapat tercapai secara optimal.
*James Buchanan (Ekonom dan pemenang Nobel)* dalam teori *Public Choice* nya berpendapat bahwa efisiensi keuangan negara dapat dicapai dengan cara memperhatikan preferensi dan pilihan setiap orang dalam kebijakan fiskal dan anggaran negara.
Negara harus mengalokasikan sumber daya keuangan secara efektif, dengan mempertimbangkan kepentingan publik dan menghindari pemborosan dalam pengelolaan anggaran.
Lalu, *Apa yang dituju* ? Efisiensi anggaran memastikan bahwa dana yang tersedia digunakan secara optimal, tanpa pemborosan dan tepat sasaran.
Efisiensi anggaran membantu menjaga stabilitas keuangan negara. Dengan pengelolaan yang hati-hati, pemerintah dapat menghindari defisit anggaran yang berlebihan, hutang yang tidak terkendali, yang pada gilirannya dapat merugikan ekonomi nasional.
Anggaran yang tidak efisien dapat membuka peluang untuk terjadinya korupsi, penyalahgunaan dana publik. Dengan adanya pengelolaan anggaran yang efisien dan transparan, potensi terjadinya pemborosan dan penyelewengan dapat diminimalkan, meningkatkan akuntabilitas pemerintah terhadap rakyat.
Efisiensi anggaran memberi kesempatan pada pemerintah untuk mengalokasikan dana pada proyek-proyek yang produktif dan mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Dengan begitu, efisiensi anggaran berkontribusi langsung terhadap pembangunan ekonomi dan daya saing negara di tingkat global.
Efisiensi anggaran di lembaga pemerintah bukan hanya soal menghemat pengeluaran, tetapi tentang memastikan bahwa setiap anggaran yang dikeluarkan memberikan manfaat nyata dan langsung dirasakan oleh masyarakat.
Dengan pengelolaan yang lebih efisien, kita percaya bahwa pemerintah dapat mencapai tujuan pembangunan nasional secara optimal dan mengurangi ketimpangan yang ada, sebagaimana cita-cita pendiri negeri ini.(**)