Search
Close this search box.

UJIAN KEPALA DAERAH BARU

Oleh : Muslimin.M

BKN RI Melarang Kepala Daerah terpilih untuk mengangkat pegawai honorer termasuk staf ahli karena dianggap hanya buang-buang anggaran, kepala
Badan Kepegawaian Nasional (BKN) RI, Prof Zudan Arif Fakrulloh memperingatkan seluruh kepala daerah terpilih, agar tidak lagi menjalankan kebijakan berupa merekrut atau mengangkat pegawai baru, jika bukan melalui jalur Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).

Sehingga Prof Zudan menegaskan bahwa tidak ada lagi pengangkatan pegawai honorer di tingkat pemprov maupun pemkab.
Jika ada pemprov atau pemkab yang bandel, maka akan diberikan sanksi.
“Untuk kepala daerah terpilih tidak boleh mengangkat lagi pegawai, akan ada sanksi tegas dari pemerintah pusat bila ada nanti gubernur, bupati walikota terpilih mengangkat pegawai lagi, tidak dibolehkan,” kata Prof Zudan Arif Fakrulloh usai rapat terkait PPPK di Kantor Gubernur Sulsel pada Rabu (5/2/2025)

Prof Zudan menilai sudah terlalu banyak pegawai di lingkup pemerintahan.
Menurutnya itu hanya akan habis-habis anggaran saja
“Kalau misalnya sebagai tenaga ahli, cek betul. Di OPD ini sudah banyak ahlinya, tidak boleh hanya mengakomodir kepentingan-kepentingan,” pungkasnya( Sulbar Tribunnews.com 6/2/25).

Kutipan pernyataan kepala BKN diatas menarik untuk kita analisis sebagai bahan perenungan bagi pemerintah khususnya kepala daerah yang akan diambil sumpahnya beberapa hari kedepan. Mengapa menarik ?, dalam tulisan ini saya akan mencoba mengurai dari aspek efektifitas dan efesiensi tata kelola pemerintahan.

Salah satu isu besar yang dihadapi dalam tata kelola pemerintahan kita saat ini adalah tingginya jumlah tenaga honorer yang bekerja di berbagai instansi pemerintah, baik di pusat maupun di daerah. Meskipun tenaga honorer memiliki peran penting dalam mendukung jalannya birokrasi, keberadaan mereka yang sangat banyak menimbulkan sejumlah persoalan terkait efisiensi, keadilan, dan profesionalisme dalam pelayanan publik.

Jumlah tenaga honorer yang terus meningkat selama bertahun-tahun berkontribusi pada semakin rumitnya pengelolaan anggaran pemerintah, banyak pemerintah daerah kewalahan dalam menyiapkan anggaran untuk menggajinya. Mereka bekerja dengan status kontrak yang tidak jelas dan tanpa jaminan perlindungan hukum yang memadai, seperti halnya PNS. Hal ini menciptakan ketimpangan dalam kesejahteraan antara pegawai honorer dan PNS meskipun keduanya menjalankan tugas yang hampir sama bahkan sama. Dalam beberapa kasus, tenaga honorer juga harus bekerja dengan beban tugas yang lebih berat dan tanpa adanya kepastian karier, sehingga berisiko menurunkan motivasi dan kinerja.

Di sisi lain, pengelolaan tenaga honorer yang begitu besar sering menjadi tantangan dalam hal transparansi dan akuntabilitas. Rekrutmen dan penempatan tenaga honorer di berbagai instansi pemerintah kerap dilakukan tanpa melalui proses seleksi yang jelas dan terbuka. Hal ini membuka peluang terjadinya praktik nepotisme, korupsi, dan ketidakadilan dalam penerimaan tenaga kerja di sektor publik. Tanpa sistem manajemen yang baik, banyak tenaga honorer yang terjebak dalam sistem yang tidak memberikan kesempatan untuk berkembang atau mendapatkan hak-hak yang layak.

Ketergantungan yang tinggi terhadap tenaga honorer menyebabkan pemerintah kesulitan dalam merencanakan pembangunan jangka panjang. Sebagai contoh, perencanaan dan kebijakan pengembangan sumber daya manusia di sektor pemerintahan menjadi kurang optimal karena posisi-posisi strategis sering diisi oleh tenaga honorer yang tidak memiliki kepastian status dan karier yang jelas, hal ini dapat menghambat reformasi birokrasi yang seharusnya mampu menciptakan pelayanan publik yang lebih efisien dan responsif.

Untuk mengatasi masalah ini, kita sudah menyaksikan bagaimana pemerintah melakukan reformasi terkait pengelolaan tenaga honorer. Salahsatunya adalah pembukaan lowongan CPNS secara lebih transparan dan adil dengan penekanan pada kualitas dan kompetensi, memberi kesempatan bagi tenaga honorer untuk beralih status menjadi P3K atau PNS setelah memenuhi kualifikasi tertentu, agar mereka tidak terjebak dalam ketidakpastian status kerja.

*Efektivitas*

Efektivitas tata kelola pemerintahan sangat penting dalam memastikan tercapainya tujuan pembangunan yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat. Tata kelola pemerintahan yang efektif tidak hanya mencakup pengelolaan sumber daya negara secara efisien, tetapi juga harus didasari oleh prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipasi dan keadilan.

Salah satu indikator utama efektivitas tata kelola pemerintahan adalah kemampuan pemerintah untuk menyediakan pelayanan publik yang berkualitas dan merata. Pelayanan publik yang baik hanya dapat terwujud jika ada mekanisme yang jelas dan efisien dalam pengelolaan sumber daya, baik dalam sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur, hingga kesejahteraan sosial. Tanpa adanya efektivitas dalam pengelolaan, berbagai program pembangunan dapat terhambat, bahkan gagal, meskipun anggaran yang disediakan cukup besar.

Masalah transparansi dan akuntabilitas menjadi elemen penting dalam menciptakan tata kelola yang efektif. Pemerintah harus memastikan bahwa proses pengambilan keputusan dan penggunaan anggaran dapat diakses oleh publik dan diawasi oleh lembaga yang independen. Tanpa transparansi, masyarakat akan kesulitan untuk memahami arah kebijakan yang diambil dan bagaimana dana publik digunakan. Hal ini juga membuka ruang bagi praktik-praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang yang merugikan rakyat.

Dalam menghadapi tantangan tersebut, dan sekaligus untuk meningkatkan efektivitas tata kelola pemerintahan, maka mesti memperkuat reformasi birokrasi agar lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat, memperkuat lembaga pengawasan internal dan eksternal, seperti KPK dan BPK, serta mendorong penggunaan teknologi informasi dalam pemerintahan (e-Government) untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.

Dalam konteks diatas, kita meyakini efektivitas tata kelola pemerintahan dapat dicapai, jika kepala daerah tidak lagi merekrut tenaga honorer dan tenaga ahli, cukup memberdayakan tenaga atau pegawai yang ada yang jumlahnya cukup banyak dengan kualifikasi yang beragam, kemudian ada kolaborasi yang kuat antara pemerintah, lembaga pengawasan, dan masyarakat.

Efisiensi

Efisiensi tata kelola pemerintahan merupakan salah satu elemen penting dalam menciptakan pemerintahan yang mampu melayani masyarakat dengan baik, menggunakan sumber daya secara optimal, serta mencapai tujuan pembangunan dengan biaya yang minimal. Efisiensi tidak hanya berhubungan dengan pengelolaan anggaran yang baik, tetapi juga mencakup sistem birokrasi yang sederhana, pengambilan keputusan yang cepat dan tepat, serta pelayanan publik yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Salah satu aspek utama dalam menciptakan efisiensi adalah pengelolaan anggaran yang tepat sasaran. Anggaran yang disusun harus mengutamakan prioritas pembangunan yang dapat memberikan dampak langsung bagi kesejahteraan rakyat. Penggunaan anggaran yang tidak efisien, misalnya dalam bentuk pemborosan atau ketidaktepatan alokasi, akan merugikan negara dan menghambat proses pembangunan. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mengimplementasikan sistem pengelolaan anggaran yang transparan dan berbasis pada hasil, bukan sekadar input atau anggaran yang dikeluarkan.

Efisiensi birokrasi sangat mempengaruhi kinerja pemerintahan, birokrasi yang berbelit-belit dengan prosedur yang rumit dapat memperlambat pengambilan keputusan dan pelayanan publik. Proses yang panjang dan tidak efisien menyebabkan penundaan proyek pembangunan, peningkatan biaya operasional dan ketidakpuasan masyarakat. Reformasi penyederhanaan prosedur, digitalisasi layanan, serta pengurangan regulasi yang tidak perlu sangat penting untuk meningkatkan efisiensi.

Efisiensi tata kelola pemerintahan tidak dapat dicapai tanpa adanya akuntabilitas dan pengawasan yang ketat. Pengawasan yang lemah akan memungkinkan penyalahgunaan wewenang dan kebocoran anggaran. lembaga pengawasan sepeti BPK dan KPK harus diperkuat, serta penerapan sistem audit yang rutin dan transparan.

Pada akhirnya, untuk mewujudkan efisiensi dalam tata kelola pemerintahan diperlukan komitmen untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya dan memperbaiki sistem manajemen yang ada. Dengan menerapkan prinsip efisiensi, pemerintah dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat, menciptakan hasil pembangunan yang lebih optimal, dan menghindari pemborosan yang merugikan negara. Efisiensi dalam tata kelola pemerintahan adalah kunci untuk mewujudkan pemerintahan yang lebih responsif, efektif, dan berkelanjutan.

Dari konteks diatas, kita dapat memahami bahwa apa yang disampaikan oleh kepala BKN diatas menjadi penting bagi kepala daerah agar tetap profesional dalam menjalankan tugas dan kewajibannya dan amanah dalam mengemban mandat rakyat. Larangan untuk merekrut tenaga honorer dan tenaga ahli sejatinya untuk kebaikan masyarakat secara umum sebab keberadaan pemerintah memang untuk melayani masyarakatnya.(**)

……

Pegadaian

DPRD Kota Makassar.

355 SulSel

Infografis PilGub Sulbar

debat publik pilgub 2024

Ucapan selamat Walikota makassar

Pengumuman pendaftaran pilgub sulsel

Pilgub Sulsel 2024

https://dprd.makassar.go.id/
https://dprd.makassar.go.id/