Search
Close this search box.

JUAL BELI BUKU DI SEKOLAH

Oleh : Muslimin.M

Beberapa waktu yang lalu, saya membaca sebuah berita di media ekektronik, termasuk postingan video yang bersiliwerang di media sosial tentang demontrasi emak-emak kepada pemerintah daerah di salah satu wilayah di kaltim dengan membawa tumpukan buku-buku pelajaran. Hal ini dilakukan sebagai bentuk protes atas praktek jual beli buku di sekolah yang dirasa memberatkan mereka sebagai orang tua siswa.

Sebagaimana yang kita fahami bahwa sejatinya Pendidikan merupakan hak dasar masyarakat yang wajib dipenuhi oleh negara. Tanggung jawab tersebut telah ditegaskan dalam UUD 1945, UU 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional serta berbagai peraturan pendukung lainnya, termasuk hak tersedianya sarana penunjang pembelajaran seperti buku pelajaran, tetapi pada prakteknya peraturan perundang-undangan tersebut menjadi kurang bermakna karena pemerintah belum sepenuhnya merealisasikannya dengan baik.

Kita bisa telaah dari komitmen anggaran pendidikan 20% dari APBN atau APBD yang belum sepenuhnya terpenuhi, termasuk pada pengadaan buku pelajaran untuk mendukung program wajib belajar. Rentetan dari permasalahan itu, akhirnya terjadi komersialisasi buku pelajaran, dimana banyak pihak seperti penerbit, dinas pendidikan, kepala sekolah ditengarai mengambil keuntungan dari praktek bisnis itu.

Selama ini kebijakan buku pelajaran sangat dipengaruhi oleh dimensi politik dan ekonomi. Pada era orde baru, pemenuhan buku pelajaran ditanggung pemerintah dan berlaku turun temurun, namun hal itu dilakukan karena adanya kepentingan hegemoni dan indoktrinasi pemerintah terhadap masyarakat. Pengadaan buku pelajaran menjadi hak monopoli pemerintah bekerjasama dengan Balai Pustaka.

Padahal, kita memahami bahwa kebijakan tentang program wajib belajar mutlak membutuhkan ketersediaan buku pelajaran yang berkualitas. Namun, kenyataannya pemerintah sendiri kurang mampu melaksanakan tanggung jawab itu. Setidaknya hal tersebut bisa terlihat dari kebijakan perbukuan termasuk dukungan pembiayaannya.

Kalau kita melihat tentang pola pengelolaan buku, berganti sejak memasuki tahun 90-an, monopoli Balai Pustaka dihapus dan tata niaga buku diserahkan kepada mekanisme pasar untuk mendorong adanya kompetisi yang adil bagi para penerbit melalui tender. Sumber pendanaan dilakukan pemerintah melalui utang kepada Bank Dunia. Model kebijakan yang berjalan hingga awal otonomi daerah terjadi di indonesia sangat berdampak pada beban biaya yang ditanggung orang tua siswa, karena buku pelajaran sering berganti dan tidak bisa digunakan secara turun temurun.

Permasalahan- permasalahan diatas menjadi fakta sosial hari ini, bahwa betapa praktek jual beli buku di sekolah terutama sekolah negeri( tidak semua) cukup memberatkan orang tua siswa, belum lagi kebutuhan sekolah yang lain seperti pakaian seragam pun juga menjadi kewajiban orang tua untuk menebusnya. Padahal sejatinya hal seperti ini tidak perlu terjadi jika kita merujuk pada konstitusi diatas tentang pendidikan yang ditanggung negara.

Peran Guru

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Dinas Pendidikan di setiap daerah selayaknya bertindak tegas dalam mengawasi implementasi Permendikbud Nomor 8 Tahun 2016. Hal tersebut bertujuan agar pelaku praktik jual beli buku pelajaran dan LKS di sekolah, terutama sekolah negeri dapat ditindak tegas. Akan tetapi, penyelesaian persoalan ini tidak bisa hanya bergantung kepada pemerintah saja, guru juga menjadi komponen strstegis dalam mencegah itu, dan termasuk kita masyarakat mesti turut serta mengawasinya.

Tentu, guru memegang peranan penting dalam menyelesaikan persoalan ini. Guru wajib berkomitmen secara profesional dalam meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini tidak dapat dipisahkan dari perannya sebagai subjek pendidik yang memfasilitasi siswa dalam proses pembelajaran.

Kaitan dengan itu, ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh guru :

Pertama : guru harus kreatif dan inovatif dalam menyusun bahan ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran. Bahan ajar tersebut dapat berupa handout, modul, atau bahan ajar interaktif seperti media audiovisual (film).

Dengan menyusun bahan ajar sendiri, guru dapat menyesuaikan materi dengan capaian pembelajaran yang diharapkan. Apabila guru kesulitan untuk membuat bahan ajar secara mandiri, maka pembuatan bahan ajar dapat dilaksanakan secara kolektif melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).

Kedua : berkaitan dengan penggunaan bahan ajar tersebut, guru dapat memanfaatkan kelas daring seperti Edmodo, Google Classroom, atau Schoology. Penggunaan kelas daring seperti yang telah dicontohkan di atas memiliki sejumlah keunggulan seperti keleluasaan akses materi oleh siswa tanpa dibatasi ruang dan waktu. Selain itu, penggunaan kelas daring dapat meminimalisir biaya karena dapat diakses secara gratis dan siswa tidak perlu terbebani oleh “biaya cetak” sebagaimana bahan ajar konvensional.

Guru sudah seharusnya tidak hanya sekedar mengajar, sebagai pendidik, tetapi guru juga harus mampu melindungi dan memperjuangkan hak-hak siswa. Pembelajaran yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, serta dialogis merupakan hak yang harus didapatkan oleh siswa.

Dalam konteks itu, peran guru menjadi begitu penting, bukan hanya sebagai pendidik dan pengajar bagi siswanya, tetapi juga menjadi kelompok dalam mencegah terjadinya praktek jual beli buku di sekolah yang bertentangan dengan aturan yang ada, sehingga orang tua siswa tidak terbebani dan dapat membangun kepercayaan yabg baik kepada sekolah.

Tentu, kita sepakat bahwa pendidikan gratis, terutama pada pendidikan dasar dan menengah sebagaimana perintah dalam konstitusi mesti di fahami dengan baik oleh semua komponen pendidikan dan serius di laksanakan, sebab sejatinya pendidikan yang murah dan berkualitas itu adalah hak masyarakat dan menjadi kewajiban dan tanggung jawab negara untuk memenuhinya. Kita tidak ingin label “gratis” itu, tetapi justru beban pembiayaan di tanggung oleh siswa dan orang tuanya, kita tidak ingin polemik dan protes orang tua siswa sering terjadi karena lebel ” gratis” itu tidak sesuai harapan mereka. Kita ingin pendidikan gratis itu memang gratis karena negara hadir dan menyediakan fasilitas itu melalui sekolah, sehingga beban orang tua siswa menjadi berkurang, dan pada akhinya tujuan pendidikan dapat tercapai.(**)

……

Pegadaian

DPRD Kota Makassar.

355 SulSel

Infografis PilGub Sulbar

debat publik pilgub 2024

Ucapan selamat Walikota makassar

Pengumuman pendaftaran pilgub sulsel

Pilgub Sulsel 2024

https://dprd.makassar.go.id/
https://dprd.makassar.go.id/