Pulau Malamber yang terletak di Kabupaten Mamuju, Sulbar akhir-akhir ini ramai dibicarakan, karena kabarnya pulau itu telah dijual. Pulau Malamber secara geografis dekat dengan Kalimantan Timur. Benarkah pulau itu terjual? Berikut penelusuran wartawan daulatrakyat.id Mursalim Majid.
Awan hitam mulai berarak di atas langit. Menyelimuti wajah langit. Sebentar lagi hujan akan turun. Menuju ke Desa Sumare Kecamatan Simboro yang jaraknya kurang lebih 20 Km dari Kota Mamuju.
Menembus jalan yang berlubang dan rusak. Butuh waktu kurang lebih 1 jam baru tiba di Sumare.
Bertanya kepada warga, dimana rumah sang pemilik tanah di Pulau Malamber itu ?. Seorang warga menunjuk ujung lorong kurang lebih 20 meter dari jalan raya.
Dari mulut lorong itu sudah terlihat rumah panggung semi permanen, menghadap ke arah laut.” Mungkin itulah rumah Pua Raja,” bisikku dalam hati.
Ternyata dugaan saya benar. Melihat kedatangan daulatrakyat.id, keluarga itu sedikit kaget. Mereka terlihat sedang berkumpul. Entah apa yang dibicarakan.
Ada kurang lebih 6 orang di dalam rumah. Termasuk putra-putri Pua Raja tengah duduk menyambutku dengan ramah, pada Sabtu,(20/6).
Duduk beberapa menit, menghargai tamu sebagai kebiasaan dalam tata kerama adat ketimuran. Beberapa gelas kopi dan teh telah disajikan segedar menghangatkan tubuh di tengah derasnya hujan.
Obrolan santai itu mengalir. Memperkenalkan diri sebagai awak media wajib. Agar dibenak sang tuan rumah bisa memahami maksud kedatangan saya.
Isu soal penjualan Pulau Malamber. Rupanya sudah sampai ditelinga Pua Raja. Ia tahu dari media massa yang tengah hangat dibicarakan akhir-akhir ini.
Sesekali ia melempar senyum pelan kepadaku saat sejumlah pertayaan kuajukan soal Pulau Malamber.

Pua Raja (60) begitu sapaan akrabnya , Ia terlihat tenang duduk dikursi . Wajahnya tampak kikuk, dengan balutan kemeja lengan pendek bercorak hitam putih dipadukan celana pendek warna hitam.
Meski terlihat sedikit diam, namun Pua Raja masih bisa mengingat dan menceritakan bagaimana sejarah asal usul tanah di Dusun Pulau Malamber Kecamatan Balabalakang.
Di dusun Pulau Malamber punya cerita heroik yang masih segar diingatannya. Si cucu dari keturunan Pua Biaya Sagena merupakan pemilik lahan diareal Dusun Pulau Malamber.
Malamber ( bahasa mandar) yang berarti panjang. Pulau itu memang terlihat panjang. ” Kakek saya Pua Biaya Sagenalah yang memberi nama pulau itu,” kata Raja mengurai asal usul Pulau Malamber.
Perebutan tanah di Pulau Malamber, seperti dalam cerita Pua Raja yang pernah dihuni Suku Bajo dari Kutai, menjadi tongkak masa lalu perjuangan sang Kakek Pua Biaya Sagena. Hingga bisa merebut Pulau Malamber.
Perlahan – lahan tangan Pua Raja mulai menyodorkan lembaran kertas yang tertulis surat keterangan di atas kop surat sebagai dasar awal kepemilikan tanah di pulau tersebut.
Surat keterangan itu berstempel Pemerintah Kecamatan dan Desa yang ditanda tangani Camat Mamuju Akmad Mustamin dan Kepala Desa Balabalakang Dara pada tahun 1992.
Pada masa itu, wilayah tersebut masuk Kecamatan Mamuju di era tahun 1992.
Tak hanya itu, Pua Raja juga memperlihatkan sejumlah lembaran sporadik miliknya yang ditanda tangani Kades Balabalakang Timur Bahtiar Salam. Dan disaksikan sejumlah Kepala Dusun di Pulau itu.
Bahkan setumpuk bukti pembayaran pajak tanah miliknya kepada negara tak lupa pula diperlihatkan kepada saya.
” Ini bukti – bukti pajaknya. Saya tidak menjual Pulau. Hanya lokasi kebun saya ada di dalam Pulau Malamber,” ujar Pua Raja dengan suara tegas.
Pua Raja mengakui jika lokasi tanah miliknya itu telah ditumbuhi ratusan pohok kelapa.
Ia juga mengakui jika transaksi jual beli lokasi kebun miliknya di Pulau Malamber baru di panjar Rp200 juta pada februari lalu dari harga kesepakatan Rp2 Miliar.
Namun, semestinya sisanya akan dibayarkan pada bulan April lalu. Hingga sekarang sisa pembayaran harga tanah itu tak kunjung dibayarkan.
” Yang tanda tangan di kwitansi jual beli itu atas nama Sahalu sebagai pihak pembeli,” katanya.
Kendati, Pua Raja membenarkan bahwa dirinya sudah memberi keterangan ke penyidik Satreskrim Polresta Mamuju.
Hujanpun diluar sana belum juga reda, hingga jam ditangan sudah menunjukan pukul 16.30. (*)