JAKARTA.DAULATRAKYAT.ID.Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) hari ini secara daring menggelar Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan perdana atas Perkara Nomor 16/KPPU-L/2022 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 9 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait Penyediaan Sistem Pendingin Udara (Air Conditioning Systems atau AC) Mobil dan Unit Komponen dari Sistem Pendingin Udara Mobil kepada Produsen Mobil.
Perkara tersebut berkaitan dengan perjanjian pembagian wilayah pemasaran atau alokasi pasar di Indonesia dan Malaysia, yang dilakukan oleh 2 (dua) perusahaan Jepang, yakni Denso Corporation (Denso/Terlapor I) dan Sanden Holdings Corporation (Sanden/Terlapor II).
Agenda sidang perdana tersebut meliputi pembacaan atau penyerahan Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) oleh Investigator Penuntutan KPPU kepada para Terlapor. Pada sidang tersebut, Denso diwakili oleh Kuasa Hukum Assegaf Hamzah and Partner (AHP), sementara Sanden diwakilkan oleh Tsutomu Kosukegawa dan didampingi oleh kuasa hukumnya dari Hadiputranto, Hadinoto, and Partner (HHP).
Kasus yang diawali dari laporan tersebut, menunjukkan adanya indikasi kerja sama antara Denso dan Sanden dalam proses seleksi pemasok sistem pendingin udara (AC) untuk melakukan pembagian pasar pasokan sistem pendingin udara untuk tipe mobil D80N (dengan merek Ayla) di Indonesia dan sistem AC tipe mobil D87A (dengan merek Perodua Axia) di Malaysia yang dilakukan Terlapor I dan II pada tahun 2009.
Kasus serupa juga pernah diputus oleh Komisi Persaingan Eropa pada tahun 2017, yang berkaitan dengan kartel penyediaan sistem pendingin udara (AC) dan komponennya dengan melibatkan berbagai produsen AC, termasuk Denso dan Sanden.
Berdasarkan LDP, kejadian berawal pada akhir 2008 ketika Daihatsu Motor Corporation (Daihatsu) berencana akan memasok mobil Low Cost Green Car (LCGC) berikut dengan berbagai suku cadangnya, termasuk sistem AC, yang akan digunakan pada mobil LCGC di wilayah Asia termasuk Indonesia dan Malaysia.
Saat itu, produsen AC yang beroperasi di Indonesia dan Malaysia antara lain adalah Denso dan Sanden. Untuk pemilihan pemasok sistem AC di Indonesia, Daihatsu dan PT Astra Daihatsu Motor mencari dan melakukan penyeleksian pemasok sistem AC untuk mobil tipe D80N (Ayla) pada tahun 2010, sementara pemilihan pemasok sistem AC di Malaysia dilakukan oleh Perodua (anak usaha Daihatsu untuk Malaysia) pada tahun 2013.
KPPU menemukan bahwa pada tanggal 22 Juni 2009, Denso dan Sanden mengadakan pertemuan untuk mengatur pembagian pasar/wilayah untuk pasokan sistem AC mereka. Kedua Terlapor tersebut ditemukan bersepakat untuk menghormati pasar masingmasing, untuk proyek mobil D80N (Ayla) di Indonesia dan mobil D87A (Perodua Axia) di Malaysia. Denso mempunyai wilayah penjualan besarnya di Indonesia dan Sanden mempunyai wilayah penjualan besarnya di Malaysia.
Kesepahaman tersebut diimplementasikan dalam bentuk komitmen kedua belah pihak untuk secara bersama-sama tidak akan agresif dalam melakukan penawaran pada proses seleksi pemasok di pasar yang dikuasai pesaingnya. Sehingga dalam pelaksanaan seleksi pemasok oleh Daihatsu,
Denso ditetapkan menjadi pemenang pemasok sistem AC tipe mobil D80N (Ayla) pada tahun 2011. Sementara, Sanden ditetapkan sebagai pemenang sistem AC untuk tipe mobil D87A (Axia) di Malaysia dalam pelaksanaan seleksi pemasok yang dilakukan Perodua pada tahun 2013.
Pada Pemeriksaan Pendahuluan tersebut, Majelis Komisi memberikan kesempatan kepada para Terlapor untuk melakukan perubahan perilaku setelah LDP dibacakan dan/atau disampaikan kepada para terlapor. Kesempatan Perubahan Perilaku diberikan apabila Terlapor menyetujui untuk melakukan perubahan perilaku yang dituangkan dalam Pakta Integritas Perubahan Perilaku yang ditandatangani oleh kedua Terlapor.
Keseluruhan proses Pemeriksaan Pendahuluan akan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak persidangan pertama yang dihadiri oleh kedua Terlapor. Sidang berikutnya akan dilaksanakan dengan agenda mendengarkan tanggapan para Telapor atas LDP.
Adapun perusahaan Jepang tersebut melanggar pasal 9 berbunyi “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat”.