Ketua KPPU, M. Fanshurullah Asa beserta jajaran Anggota KPPU hadir langsung dalam pertemuan di Gedung DPR RI Jakarta.
Fanshurullah dan jajarannya mendorong agar perubahan tersebut menjadi bagian dari inisiatif DPR, sebagaimana sejarah lahirnya Undang-Undang tersebut di masa reformasi.
Dalam pertemuan tersebut, KPPU diterima oleh Pimpinan Baleg, Achmad Baidowi dan Anggota Baleg, Amin AK.
Seperti diketahui, Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No. 5/1999) disahkan pada tanggal 5 Maret 1999, disusun berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Serta menanamkan demokrasi pada ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
UU ini bertujuan untuk memberikan jaminan kepastian hukum untuk mendorong lebih percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum di awal masa reformasi, sejalan dengan Undang-Undang terkait pemilu dan pemberantasan tindak pidana korupsi pada tahun yang sama.
Hingga saat ini, baru dilakukan satu kali perubahan atas UU No. 5/1999, yakni dengan Undang-Undang Cipta Kerja yang mengubah besaran denda, mencabut ketentuan pidana, dan menghapus proses persetujuan atas Putusan KPPU.
Perubahan tersebut dinilai belum menyentuh berbagai permasalahan yang ada di Undang-Undang tersebut, seperti pembatasan status kelembagaan dan kepegawaian KPPU, pasal yang tumpeng tumpang tindih.
Kemudian lemahnya kewenangan penegakan hukum, sistem notifikasi paska merger, ketiadaan jangkauan ekstrateritorial dan penerapan keringanan hukuman (leniency), dan lemahnya eksekusi atas Putusan KPPU.
Berbagai permasalahan tersebut juga sempat diidentifikasi oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dalam reviu yang dilakukannya atas persaingan usaha di Indonesia pada tahun 2012, sehingga berspekulasi dapat menghambat proses aksesi Indonesia ke OECD.
“Saya khawatir, jika amandemen atas UU No. 5/1999 tidak segera dilaksanakan, Indonesia akan gagal menjadi anggota penuh OECD.
Karena persaingan usaha merupakan salah satu komite utama di OECD dan keanggotaan hanya bisa terjadi jika instrumen hukum di semua komite terpenuhi,” jelas Fanshurullah Asa.
Sebelumnya KPPU telah mengupayakan berbagai perubahan atas UU No.5/1999.
Saat ini, RUU perubahan UU No. 5/1999 masih masuk dalam daftar panjang Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2020-2024 berdasarkan Keputusan DPR Nomor 46/DPR RI/I2019-2020 tentang Program Legislasi Nasional RUU Tahun 2020-2024, namun tidak pernah menjadi Prolegnas Prioritas.
Urgensi atas perubahan juga terdapat dalam RPJMN 2025-2029 khususnya dalam penguatan fondasi transformasi ekonomi berupa kepastian hukum dan penguatan persaingan usaha, termasuk kelembagaan persaingan usaha.
Dalam pertemuan tersebut mengemuka bahwa perubahan Undang-Undang melalui Baleg juga dapat dilakukan dengan kumulatif terbuka berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi apabila UU No. 5/1999 pernah dilakukan judicial review.
Memperhatikan Undang-Undang tersebut telah dilakukan 3 (tiga) kali judicial review atas berbagai pasal pada tahun 2016. 2020, dan 2022, tidak tertutup kemungkinan RUU dapat direvisi sewaktu-waktu melalui
mekanisme kumulatif terbuka dengan persetujuan Fraksi di DPR.
KPPU berharap, melalui pertemuan dengan Baleg, proses amandemen atas UU No. 5/1999 dapat menjadi inisiasi DPR sebagaimana lahirnya Undang-Undang tersebut.
“UU No. 5/1999 awalnya lahir dari inisiatif DPR untuk mewujudkan demokrasi ekonomi di Indonesia. Sudah saatnya, Undang-Undang ini disempurnakan menjadi inisiatif dari wakil rakyat,” tegas Ifan sapaan akrab Ketua KPPU