Oleh : Achmad Nur Hidayat MPP (Inisiator dan Penggugat UU IKN Ke MK)
Setelah narasi tentang penundaan pemilu yang dilontarkan oleh 3 pimpinan partai semakin memperlihatkan banyak hal.
Jika kita menarik sejarah beberapa tahun ke belakang terkait berbagai program, kebijakan dan UU yang dibuat serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada rezim pemerintahan Jokowi kita dapat melihat peta kemana arah dari wacana penundaan pemilu ini.
Sebelum wacana penundaan pemilu, Presiden bersama DPR bersepakat memindahkan dan membangun Ibukota baru dari Jakarta ke Penajam Pasir Utara.
Publik mengetahui pembangunan tersebut membutuhkan waktu setidaknya 4 tahun padahal masa pemerintahan tersisa hanya dua tahun.
Logis sekali bila penundaan pemilu disampaikan setelah UU IKN disepakati di parlemen untuk memastikan Ibukota Negara selesai dan benar-benar pindah dari Pulau Jawa ke Pulau Kalimantan.
Adalah mudah mengkaitkan hubungan pemindahan IKN dengan penundaan pemilu. Pemilu 2024 dapat dipastikan bukan Pak Jokowi sehingga ada ketakutan tersendiri bahwa pemindahan IKN dapat dibatalkan Pemerintahan terpilih di 2024.
Bila batal maka pemilik proyek dan para vendor pembangunan IKN menjadi rugi dan rencana untung besar nya menjadi ambyar. Tentu saja bagi mereka pergantian kepemimpinan 2024 menjadi sebuah ancaman. Hal tersebutlah penjelasan motif kenapa penundaan pemilu adalah harga mati.
Pemilik proyek IKN berdasarkan kajian dari Tren ASIA lembaga pegiat lingkungan disebutkan dalam laporan berjudul IKN untuk Siapa? Disebutkan bahwa
Dalam proyek IKN terdapat fakta-fakta bahwa persekongkolan para pihak saling bekerja sama. Diantarnya adalah Sukanto Tanoto sebagai pemegang konsensi terbesar tanah IKN. Memiliki hak konsesi seluas 161.127 hektare di Ring 1 di IKN. Selain itu ada Putra dari Setya Novanto merupakan pengusaha batu bara yang juga memiliki penguasaan tanah di IKN. Luhut Binsar Panjaitan melalui Perusahaannya ikut bisnis batu bara ada di Ring 3 IKN, tepatnya di Muara Jawa dengan total luas 6,000 hektar.
Investor China yaitu Hongshi Holding Group akan menguasai proyek semen. Hongshi merupakan kerja sama antara perusahaan China Hongshi Holding Group dengan PT Semen Imasco Asiatic Indonesia.
Pembangunan dan pemindahan Ibu Kota Negara sebenarnya tidak tepat dilakukan 2022-2024 karena pembiayaan proyek tersebut tidak tepat waktunya, saat ini Indonesia memiliki utang luar negeri yang besar yaitu Rp 6900 triliun per Januari 2022, defisit APBN besar diatas 3% dan pendapatan negara yang turun.
Adalah sangat bijak bila tunda IKN karena bila keuangan negara akan runtuh. Apalagi mengingat Proyek pemindahan dan pembangunan ibu kota negara baru tersebut tidak akan memberi manfaat bagi rakyat secara keseluruhan dan hanya menguntungkan segelintir orang saja.
Penyusunan naskah akademik tentang pembangunan Ibu Kota Negara Baru tidak disusun secara komprehensif dan partisipatif terutama dampak lingkungan dan daya dukung pembiayaan serta keadaan geologi dan situasi geostrategis di tengah pandemi.
Lokasi yang dipilih berpotensi menghapus pertanggungjawaban kerusakan yang disebabkan para pengelola tambang batubara. Tercatat ada sebanyak 73.584 hektare konsesi tambang batu bara di wilayah IKN yang harus dipertanggungjawabkan.
Adalah bijak bila elit memikirkan menunda IKN daripada menunda Pemliu 2024.(*)