
Makassar, daulatrakyat.id — Indonesia menghadapi ketergantungan yang tinggi pada impor produksi peternakan. Tercatat sekitar 50 persen kebutuhan daging sapi dan 80 persen kebutuhan susu masih dipasok dari luar negeri dengan nilai mencapai ratusan triliun rupiah per tahun.
Kondisi ini mendorong pemerintah untuk mencari solusi guna meningkatkan produksi domestik, utamanya dalam menyuplai daging sapi dan susu sapi. Kabupaten Luwu Utara misalnya. Daerah ini memiliki potensi peternakan sapi yang besar di Provinsi Sulawesi Selatan.
Salah satu kecamatan di Luwu Utara yang menyimpan potensi besar pada sektor peternakan sapi adalah Seko. Kecamatan yang terletak di wilayah pegunungan ini memiliki keunggulan tersendiri yang tidak dimiliki oleh wilayah lain, yakni padang savana yang luas yang sangat ideal dijadikan sebagai lahan penggembalaan.
Berangkat dari hal itu, maka pemerintah pusat melalui Kementan mendorong Kabupaten Luwu Utara sebagai pusat pengembangan peternakan sapi, khususnya produksi daging dan susu sapi untuk mengurangi ketergantungan impor produksi peternakan. Apalagi program Makan Bergizi Gratis sangat membutuhkan pasokan susu dan daging sapi.
Sebagai tindak lanjut dari hal tersebut, maka Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Luwu Utara menggelar Focus Group Discussion (FGD) bersama PT Seko Harapan Indonesia (SHI). Kegiatan yang diinisiasi Kementan ini, kemudian dilanjutkan dengan Penandatanganan MoU antara Pemda Lutra dan PT SHI, Jumat (19/12/2025), di Ruang Rapat Lantai 4, AAS Building, Makassar.
Tema strategis yang diangkat dalam FGD tersebut adalah “Seko sebagai PSN Suplai Daging dan Susu dari Peternakan Sapi di Seko Luwu Utara”. Kegiatan ini dilaksanakan pada pukul 13.30, dan dihadiri oleh perwakilan Kementan RI, Pemprov Sulawesi Selatan, serta perangkat daerah terkait lingkup Pemda Kabupaten Luwu Utara.
Tujuan utama dari kegiatan ini ialah untuk menyelaraskan langkah strategis dalam penataan dan pemanfaatan lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) untuk mendukung terwujudnya Seko sebagai Projek Strategis Nasional (PSN) penyuplai daging dan susu dari peternakan sapi terintegrasi di Luwu Utara, yang secara langsung akan menjawab tantangan ketahanan pangan nasional.
Kepala Bapperida Kabupaten Luwu Utara, Drs. H. Aspar, menyebutkan bahwa FGD ini fokus pada upaya dalam rangka mencari solusi atas tantangan ketahanan pangan nasional, khususnya pada tingginya ketergantungan impor daging dan susu yang mencapai triliunan rupiah per tahunnya.
“Bapak Bupati juga telah menekankan bahwa wilayah Kecamatan Seko akan menjadi lokasi PSN untuk menyuplai daging dan susu sapi Indonesia,” kata Aspar dalam FGD yang juga dihadiri Bupati Luwu Utara Andi Abdullah Rahim.
Aspar mengungkapkan bahwa kehadiran PT SHI akan dirancang sebagai ekosistem peternakan terpadu berbasis masyarakat. “Pada program ini, masyarakat akan memelihara sapi hingga pada usia tertentu, kemudian diserahkan kepada SHI untuk diproses lebih lanjut,” terang Aspar.
Masyarakat, dalam hal ini peternak, nantinya dipastikan akan mendapatkan insentif berdasarkan berat sapi yang disetor. Tak hanya itu, Aspar juga mengutarakan bahwa rencana ini juga didukung investasi pembangunan infrastruktur lengkap, seperti peternakan, rumah potong hewan dengan cold storage, dan industri pengolahan.
“Tujuannya adalah dalam rangka untuk menciptakan rantai pasok yang efisien dari hulu ke hilir yang diharapkan dapat mengurangi impor secara signifikan, serta mendukung pencapaian target-target dari PSN itu sendiri,” jelas Aspar lagi.
Dalam FGD tersebut, pembahasan teknis juga dilakukan dengan penekanan pada pentingnya sinkronisasi data, kepastian hukum, serta perencanaan tata ruang partisipatif sebagai fondasi implementasi yang mampu menarik investasi dan menjamin keberlanjutan.
“Pembahasan FGD berpusat pada penataan kembali tanah eks HGU PT Seko Fajar Plantation seluas 22.385 hektare, hasil revisi pengukuran kadastral dari semula 23.718 hektare berdasarkan HGU nomor 00001/Luwu dan 00002/Luwu,” ungkapnya lagi.
“Hasil verifikasi mengalokasikan lahan untuk Badan Bank Tanah (5.000 ha), Pemda Luwu Utara (4.000 ha), PT Seko Fajar Plantation (13.384,11 ha), serta alokasi 2.311,5 hektare bagi masyarakat dari enclave dalam bagian Badan Bank Tanah dan PT Seko Fajar,” sambungnya.
Aspar menambahkan bahwa pelaksanaan FGD dan MoU ini juga mempertimbangkan dinamika aspirasi lokal. Di mana Pemda Luwu Utara melalui Surat Nomor 600.3.3.2/747/DPUTRPKP2/2025 tanggal 9 Mei 2025 telah menyatakan penolakan terhadap pengalokasian kembali 13.384,11 hektare kepada PT Seko Fajar Plantation.
“Penolakan ini didukung oleh pernyataan sikap masyarakat Seko yang menuntut pengakuan wilayah adat berdasarkan Perda Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pengakuan Masyarakat Hukum Adat, sehingga aspirasi ini menjadi pertimbangan krusial dalam merumuskan skema kolaborasi inklusif yang mendukung pembentukan PSN Suplai Daging dan Susu,” jelasnya.
Pada pembahasan FGD tersebut, lanjut dia, juga dirumuskan rekomendasi strategis. Beberapa di antaranya adalah percepatan proses administratif dan hukum terkait status lahan dengan memprioritaskan penyelesaian klaim masyarakat adat.
“Setelah itu, baru kita perlu menyusun rencana induk (masterplan) pengembangan kawasan yang memuat skema pemberdayaan masyarakat, tata ruang, dan rancangan bisnis terintegrasi menuju Luwu Utara sebagai pusat pengembangan peternakan sapi di Indonesia,” beber dia.
Dan tidak kalah pentingnya, kata Aspar, pembentukan tim terpadu yang melibatkan perwakilan pemerintah pusat, daerah, masyarakat, dan investor juga sangat penting untuk memastikan implementasi yang selaras dengan reforma agraria serta prioritas ketahanan pangan nasional, sekaligus mengakomodasi kepentingan seluruh pemangku kepentingan.
Terkait dengan MoU yang ditandatangani, lanjut Aspar, akan menjadi dasar kolaborasi yang konkret antara Pemda Kabupaten Luwu Utara dan PT SHI dalam upaya untuk mewujudkan Kawasan Seko sebagai PSN suplai daging dan susu.
“Kita harap sinergi ini bisa men-transformasi kawasan Seko menjadi hub peternakan strategis yang berkelanjutan, inklusif, dan berkontribusi nyata terhadap kemandirian pangan nasional, karena implementasi rekomendasi yang dilakukan secara konsisten dan terkoordinasi menjadi kunci keberhasilan jangka panjang dari proyek strategis ini,” tandasnya.
Sekadar diketahui, FGD dan MoU ini nantinya akan diharapkan tercipta komitmen bersama untuk mengoptimalkan pemanfaatan aset lahan eks HGU PT Seko Fajar Plantation dengan prinsip keadilan, kepastian hukum, serta manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal.
Turut hadir dalam FGD dan MoU ini, Direktur Hilirisasi Hasil Peternakan Kementerian Pertanian, Dr. drh. Makmun, M.Sc., serta Staf Ahli Menteri Bidang Perdagangan dan Hubungan Internasional Kementan RI Dr. Ir. Nasrullah, M.Sc. (lhr/jal)





















