Oleh : Muslimin.M
Beberapa waktu yang lalu, saya mengikuti sebuah acara diskusi dengan tema tentang politik dinasti dalam pilkada, sebagai orang yang pernah terlibat langsung dalam penyelenggara pemilu dan memahami tentang mekanisme pemilu, meskipun bukan latar belakang politik tentu saya harus lebih banyak menyimak dan memperhatikan dengan serius setiap pemaparan dari para pakar politik, pemerhati pemilu dan termasuk para politisi. Salah satu yang menarik dari diskusi itu adalah tentang politik keluarga yang selalu beririsan dengan keluarga calon dari kalangan yang berpengaruh. Dari diskusi itu saya mencoba menuangkan pemikiran saya dalam tulisan singkat ini yaitu tentang dinasti dalam pilkada kaitannya kepentingan keluarga atau kepentingan masyarakat.
Politik dinasti sering kali menimbulkan dilema antara kepentingan keluarga yang berkuasa atau kepentingan umum atau masyarakat. Politik memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perjalanan sebuah bangsa dan negara atau daerah, bahkan dapat mengubah tata dan sistem suatu negara. Di Indonesia politik menjadi hal yang melekat dan mencerminkan dinamika yang kompleks dan terus berkembang sejak kemerdekaan pada tahun 1945.
Dari era Soekarno hingga Soeharto, perubahan kepemimpinan dan ideologi politik menjadi bagian integral dari sejarah. Reformasi pada tahun 1998 menghadirkan era demokrasi yang membawa perubahan besar, dengan pemilihan umum menjadi pilar penting partisipasi rakyat. Politik di Indonesia juga diwarnai dengan tantangan yang cukup kompleks. Isu korupsi yang semakin besar, ketegangan antar suku dan agama, serta kesetaraan. Berbagai isu mengenai politik di negara ini juga sedang diperbincangkan di berbagai media. Salah satu isu politik yang sedang hangat diperbincangkan saat ini adalah isu “Politik Dinasti atau Dinasti Politik”.
Antara keluarga dan masyarakat
Kehadiran politik dinasti dalam negara demokrasi dapat menjadi mimpi buruk bagi bagi keberlangsungan prinsip demokrasi kedepannya. Kekuasaan yang dipegang oleh satu keluarga seringkali menciptakan dinamika politik yang sarat dengan konflik kepentingan. Apakah pemimpin dinasti memprioritaskan kesejahteraan rakyat ataukah hanya melindungi kepentingan keluarga mereka?. Pertanyaan ini mungkin sering muncul di dalam benak dan menjadi pertanyaan yang sangat sering di pertanyakan oleh masyarakat diluar sana. Perdebatan mengenai hal diatas menjadi perdebatan hangat apalagi akhir-akhir ini keluarga penguasa mulai dari pusat sampai ke daerah yang banyak terjun dalam ranah pemerintahan, termasuk dalam pilkada.
Dinasti politik pada dasarnya tidak terdapat dalam negara demokrasi, walaupun sejarah mengenai dinasti politik di negara demokrasi terus berkembang. Negara demokrasi salah satunya Indonesia yang menjujung tinggi hak seluruh warga negaranya dan tidak membenarkan adanya praktik yang mengatasnamakan konstitusi dalam politik karena negara adalah milik bersama. Setiap warga negara berhak untuk menduduki jabatan politik selama mendapat kepercayaan dari rakyat.
Dalam praktiknya dinasti politik menciptakan celah yang besar bagi pelaku Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Politik dinasti yang hanya berfokus pada hubungan pribadi daripada kemampuan individu. Banyaknya keluarga atau keturunan pemerintahan saat ini yang mendapatkan sebuah jabatan di pemerintahan membuat masyarakat bertanya-tanya dan bingung. Apakah politik di negara ini dijadikan sebagai tempat yang bisa kita sebut sebagai arisan keluarga atau bahkan menjadi tempat mempertahankan kekuasaan.
Dari perspektif diatas, menjadi teranglah kepada kita bahwa politik dinasti atau dinasti politik memang efek dominonya sungguh luar biasa, KKN akan menjadi subur, bukan hanya terjadi dalam internal birokrasi tetapi juga di eksternal birokrasi. Sudah cukup banyak contoh kasus yang terjadi sebagai akibat dari politik kekeluargaan ini atau politik ke keberatan. Kasus hukum di Pengadaan barang dan jasa salah satunya paling menonjol dari permasalahan hukum yang banyak menyeret kepala daerah, pejabat dan pihak swasta yang nota bene keluarga mereka juga sendiri atau setidaknya konco mereka sendiri.
Kita meyakini bahwa Politik dinasti memunculkan berbagai pro dan kontra dalam masyarakat. Pihak pro terhadap politik dinasti menyatakan bahwa hadirnya anggota keluarga atau kerabat terdekat dalam politik membuat kestabilan dalam pemerintahan. Sedangkan pihak kontra terhadap politik dinasti menyatakan bahwa dengan adanya politik dinasti memicu meningkatnya resiko korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)sehingga menimbulkan kerugian besar bagi negara ini.
Selain itu politik demokrasi dirasa mampu menyebabkan rusaknya demokrasi, apalagi Indonesia yang merupakan negara demokrasi yang melibatkan rakyat dalam segala bentuk putusannya. Dampaknya yang cukup besar membuat perlu pertimbangan lagi dalam mendukung terjadinya politik dinasti di negara ini. Praktik politik dinasti mampu menghambat seorang pemimpin yang memiliki kualitas untuk membangun negara ini dan berpotensi menciptakan pemimpin dari kaum tirani. Dampak politik dinasti juga dirasakan dalam aspek ekonomi masyarakat Indonesia, khususnya dalam segi persaingan. Politik dinasti yang tidak terlalu mempertimbangkan keahlian melainkan hanya berfokus pada hubungan personal yang mampu berakibat merugikan masyarakat.
Untuk mengurangi resiko terjadinya politik dinasti dalam setiap momen pemilu termasuk pilkada, dibutuhkan transparansi dan partisipasi masyarakat dalam memahami politik dinasti. Partisipasi masyarakat dirasa sangat penting dalam melakukan reformasi kebijakan untuk mengurangi kemungkinan penyalahgunaan jabatan dan memastikan bahwa pemimpin yang dipilih berdasarkan kemampuan mereka dan komitmen mereka dalam memajukan negeri ini bukan untuk kepentingan pribadi mereka.
Fenomena politik dinasti telah menjadi isu hangat yang menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Meskipun sebagian mendukungnya dengan argumen stabilitas pemerintahan, banyak yang menilai bahwa politik dinasti dapat merugikan demokrasi dan memunculkan risiko korupsi. Politik dinasti sering kali menimbulkan dilema antara kepentingan keluarga yang berkuasa dan kepentingan umum. Beberapa cara bagaimana politik dinasti dapat mempengaruhi kepentingan umum:
Pertama : Prioritas Kepentingan Pribadi ;
Anggota keluarga yang berkuasa mungkin lebih fokus pada mempertahankan dan memperluas kekuasaan mereka daripada memprioritaskan kepentingan masyarakat secara luas. Keputusan politik dapat lebih banyak dipengaruhi oleh keuntungan pribadi atau keluarga daripada kepentingan publik.
Kedua : Kurangnya Akuntabilitas; Ketika kekuasaan terpusat pada satu keluarga, mekanisme akuntabilitas sering melemah. Kritik dan oposisi mungkin ditekan, sehingga sulit bagi masyarakat untuk menuntut transparansi dan tanggung jawab dari para pemimpin.
Ketiga ; Penurunan Kualitas Layanan Publik : Politik dinasti dapat mengarah pada penunjukan pejabat yang tidak kompeten dalam posisi penting, yang akhirnya berdampak pada kualitas pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Ke empat: Ketidakadilan dan Ketimpangan; Distribusi sumber daya dan kesempatan sering kali tidak merata. Politik dinasti cenderung memperkuat ketidakadilan dan ketimpangan sosial, di mana keluarga berkuasa menikmati lebih banyak manfaat dibandingkan masyarakat umum.
Pengaruh Positif Terhadap Kepentingan Umum.
Tetapi perlu juga di fahami bahwa ternyata politik dinasti tidak juga selalu berdampak negatif, ada juga nilai positif nya, seperti :(1) Stabilitas Politik. Dalam beberapa kasus, politik dinasti dapat memberikan stabilitas politik yang berkelanjutan. Stabilitas ini bisa bermanfaat untuk implementasi kebijakan jangka panjang yang mendukung kepentingan umum. (2) Pengalaman dan Konsistensi. Anggota keluarga yang telah lama terlibat dalam politik mungkin memiliki pengalaman dan pengetahuan yang mendalam, yang dapat digunakan untuk membuat kebijakan yang efektif dan konsisten untuk kepentingan umum. (3) Jaringan dan Pengaruh.
Keluarga berkuasa sering memiliki jaringan dan pengaruh yang luas, yang bisa dimanfaatkan untuk menggalang dukungan internasional, investasi, dan proyek-proyek pembangunan yang bermanfaat bagi masyarakat.
Kalau melihat hal diatas, tentu kita sepakat bahwa apapun argumentasi pembenarnya, dinasti politik dalam setiap momen pemilu termasuk pilkada tetap saja tidak dibenarkan dan kita tidak mendukungnya, alasan logisnya sudah jelas diatas. Kita ingin kepala daerah yang lahir dari proses pilkada bermartabat akan melahirkan kepala daerah yang bermartabat pula, dan kita meyakini itu. Kita tidak ingin kepala daerah itu hanya menjadi corong keluarganya dalam berkuasa, kita ingin kepala daerah itu lahir karena memang masyarakat memilihnya secara tulus dan membangun memang untuk masyarakat bukan untuk kelompok apalagi keluarganya.(**)