Oleh : Muslimin.M
“pendidikan harus dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat, tanpa terkecuali. Pendidikan yang baik dapat mengangkat derajat hidup masyarakat miskin, memberikan mereka pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Pendidikan bukan hanya untuk kaum elit, melainkan untuk seluruh rakyat, khususnya yang kurang mampu”.
(*Ki Hajar Dewantara*)
Saya teringat masa-masa sulit sekolah SD atau SMP di kampung dulu, sekitar tahun 80-90an, betapa masa itu serba terbatas dan serba kekurangan, saya dan mungkin yang lain yang menikmati masa itu pasti merasakan betapa sederhananya kita pergi ke sekolah, jalan kaki, kadang tidak pake sepatu, kadang hanya pake sandal, naik sepeda atau alat transportasi tradisional ala kampung seperti bendi, naik motor bagi yang ekonominya bagus atau naik pete-pete (angkot), sungguh indah dan menyenangkan kala itu, meskipun sangat sederhana dan culun-culun.
Mengapa masa itu begitu sederhana dan serba terbatas ?, mungkin kita akan sepakat karena kemiskinan, ekonomi orang tua cukup terbatas.Tapi kita bersyukur karena masih ada kesempatan untuk bersekolah.
Banyak kalangan berpandangan bahwa sejatinya, kemiskinan itu bukan hanya soal kurangnya uang, tetapi juga soal kurangnya kesempatan. Salah satu kesempatan yang paling krusial untuk mengatasi kemiskinan adalah pendidikan. Bagi banyak anak Indonesia dulu dan saat ini, pendidikan bukanlah hak yang mudah dijangkau, melainkan sebuah mimpi yang sering terhalang oleh dinding-dinding kemiskinan.
Saya dan mungkin yang lain sering berpikir, bagaimana bisa kita berharap keluar dari kemiskinan jika kita tidak memberi anak-anak kita kesempatan untuk belajar, bersekolah dengan baik dan terjangkau ?. Padahal, kita tau bahwa pendidikan adalah kunci utama dari segala hal. Tapi, kenyataannya, terlalu banyak anak-anak yang terjebak dalam lingkaran kemiskinan karena mereka tidak mendapatkan pendidikan yang memadai.
Banyak dari mereka yang terpaksa berhenti sekolah karena harus membantu orang tuanya mencari nafkah. Bahkan di daerah-daerah yang seharusnya menjadi pusat pembangunan, pendidikan masih menjadi barang mewah yang tidak bisa dijangkau semua kalangan.
Tidak sedikit dari mereka yang masih harus berjalan jauh hanya untuk mencapai sekolah yang memiliki fasilitas memadai. Tidak jarang, harus menghadapi sekolah yang kekurangan guru, buku, dan bahkan tempat yang layak untuk belajar. Anak-anak di daerah terpencil kadang terabaikan dalam hal ini.
Lalu, bagaimana bisa kita berharap generasi ini bisa keluar dari kemiskinan ?
Pendidikan yang baik bukan hanya soal membaca dan menulis. Tapi, ini tentang bagaimana kita memberi kesempatan pada setiap anak untuk mengembangkan potensinya. Kita bayangkan, berapa banyak anak yang potensinya hilang hanya karena tidak memiliki akses terhadap pendidikan yang layak ?, berapa banyak anak yang memiliki kecerdasan lenyap karena kemiskinan ?.
Saya tidak mengatakan bahwa negara tidak serius memperhatikannya. Jujur, saya percaya bahwa negara sungguh peduli dan serius, meskipun negara memiliki kendala keterbatasan anggaran.
Kita pasti sepakat bahwa pendidikan adalah alat paling ampuh untuk menghancurkan tembok-tembok kemiskinan yang sudah mengakar begitu lama. Dan saya percaya bahwa pemerintah berkomitmen untuk menyediakan pendidikan yang merata dan adil untuk semuanya.
Saya sering mendengar ungkapan seperti ini “Jika kita tidak mulai dari sekarang, kapan lagi, jika bukan kita, siapa lagi”. Dan saya yakin kita pasti setuju bahwa pendidikan harus menjadi prioritas dan tidak boleh ada kata tunda. Jika semua anak-anak diberi kesempatan untuk belajar, mereka tidak hanya akan keluar dari kemiskinan, tetapi juga akan membantu memperbaiki Indonesia ke depan. Mereka adalah masa depan negara ini, generasi yang akan menjaga dan melanjutkan stafet kepemimpinan dimasa yang akan datang.
Pendidikan sebagai solusi
*Anthony Giddens*, dengan teori *strukturalnya*,: bahwa pendidikan bukan hanya sekadar mekanisme yang memberikan keterampilan teknis, tetapi juga memainkan peran penting dalam membentuk struktur sosial.
Pendidikan memberi peluang kepada setiap orang untuk merubah posisi sosialnya, meningkatkan mobilitas sosial, dan mengurangi ketimpangan ekonomi. Pendidikan berfungsi sebagai sarana untuk memberdayakan seseorang dan kelompok miskin agar bisa berpartisipasi secara lebih aktif dalam kehidupan sosial ekonomi.
Kemiskinan bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga masalah sosial yang mengakar. Salah satu aspek paling signifikan dari kemiskinan adalah keterbatasan akses terhadap pendidikan yang layak.
Pendidikan adalah salah satu jalan keluar bagi mereka yang terperangkap dalam lingkaran kemiskinan. Tetapi, sayang bagi kebanyakan keluarga miskin, pendidikan justru menjadi barang mewah yang sulit dijangkau.
Anak-anak dari keluarga miskin kadang kala tidak memiliki pilihan selain berhenti sekolah untuk membantu orang tuanya mencari nafkah. Banyak dari mereka yang terpaksa bekerja sejak usia dini, dan tentu saja semakin memperburuk ketimpangan sosial.
Padahal, jika mereka diberikan kesempatan untuk belajar dengan baik, peluang untuk keluar dari kemiskinan jauh lebih besar.
Sayangnya, masalah ini tidak hanya terjadi di daerah-daerah terpencil. Di kota besar pun demikian, kemiskinan sering menghalangi anak-anak untuk mengakses pendidikan yang layak. Banyak sekolah negeri yang kekurangan fasilitas dan tenaga pengajar yang berkualitas, sementara pendidikan di sekolah swasta semakin sulit dijangkau karena biaya yang semakin tinggi.
Pendidikan bukan hanya hak, tetapi juga kesempatan untuk mengubah hidup. Ketika anak-anak miskin mendapatkan kesempatan untuk belajar, mereka tidak hanya membangun masa depannya sendiri, tetapi juga berkontribusi pada kemajuan bangsa.
Karena itu, kita harus bersama-sama berkomitmen untuk memastikan bahwa tidak ada lagi anak yang tertinggal karena kemiskinan.
Kemiskinan bisa diatasi dengan pendidikan. Jika setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan yang layak, masa depan mereka akan lebih cerah, dan Indonesia akan menjadi negara yang lebih maju dan adil.
Akankah ini terwujud ?, jika iya kapan ?, dan seberapa serius kita memperhatikannya ?.(**)