Luwu Utara, daulatrakyat.id — Pascabencana banjir bandang dan pandemi COVID-19, kabupaten Luwu Utara kembali bangkit dan terus berkembang menjadi daerah yang lebih baik sejak 2020.
Hal ini terlihat dari indikator makro Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu Utara tahun 2023 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) yang terus mengalami perubahan positif.
Setelah angka kemiskinan di kabupaten Luwu Utara menurun dari 13,22% menjadi 12,66%, maka tren perbaikan indikator makro juga terjadi pada Indikator Kesejahteraan Masyarakat (IPM).
Di mana IPM ini meningkat dari 71,34 poin menjadi 73,73 poin dengan tahun dasar 2020. Selanjutnya, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) juga mengalami penurunan dari 2,81% menjadi 2,63%.
Terbaru, gini ratio Luwu Utara atau tingkat ketimpangan pendapatan/pengeluaran masyarakat juga mengalami penurunan secara signifikan, dari 0,349 poin di 2022 menjadi 0,342 poin di 2023.
Hal ini sekaligus menggambarkan bahwa kabupaten Luwu Utara memiliki tingkat kesenjangan pendapatan atau gini ratio paling kecil atau paling rendah se-Provinsi Sulawesi Selatan.
“Capaian gini ratio Luwu Utara tahun ini masuk dalam kategori ketimpangan rendah dan terendah di Provinsi Sulsel,” ungkap Kepala Bapperida, Drs. H. Aspar, belum lama ini di Masamba.
Aspar menjelaskan, salah satu sasaran pembangunan adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat demi terciptanya kesejahteraan rakyat. Kondisi ini memungkinkan untuk dijadikan dasar dan upaya peletakan dasar untuk pembangunan berikutnya.
“Salah satu permasalahan yang ditimbulkan akibat dari pelaksanaan pembangunan adalah tidak meratanya pendapatan setiap penduduk dalam suatu wilayah atau yang lebih dikenal dengan “ketimpangan pendapatan/pengeluaran,” jelas Aspar.
Nah, dengan gini ratio 0,342 poin di 2023 ini, maka Pemda Luwu Utara telah berhasil merumuskan berbagai kebijakan, sekaligus mendekatkan pembangunan dalam berbagai sektor di masyarakat berdasarkan potensi dan kebutuhannya.
Dijelaskan Aspar, nilai gini ratio ini didapatkan melalui Survey Khusus Distribusi Pendapatan (SKDP) atau Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) oleh BPS melalui pendekatan rumah tangga. “Data yang dihasilkan untuk mendapatkan nilai gini ratio adalah data primer dan hasilnya realibel, akurat dan terpercaya,” imbuhnya.
Menurut eks Sekretaris DPRD ini, selain SUSENAS, banyak cara yang bisa digunakan untuk mengukur gini rasio atau Tingkat Pemerataan Pendapatan/Pengeluaran dalam masyarakat. Salah satunya, kata dia, dengan menggunakan ukuran atau metode kriteria Bank Dunia
“Untuk kriteria Bank Dunia, yang masuk Kategori Ketimpangan TINGGI, jika 40% penduduk yang berpendapatan rendah menerima bagian pendapatan kurang dari 12,00%.
Sementara yang masuk kategori Ketimpangan SEDANG, apabila 40% penduduk berpendapatan rendah menerima pembagian pendapatan antara 12% — 17%, dan yang masuk kategori Ketimpangan RENDAH, apabila 40% penduduk berpendapatan rendah menerima pendapatan lebih dari 17%,” jelasnya.
Lebih jauh dia menjelaskan bahwa untuk metode Koefisien Gini, pemerataan pendapatan dapat dilihat dengan menggunakan “Kurva Lorenz”.
“Menurut H. T. Oshima, apabila nilai Gini Ratio lebih kecil dari 0,4 Poin, maka suatu daerah masuk kategori Ketimpangan RENDAH,” terangnya.
“Sementara nilai Gini Ratio 0,4 poin — 0,5 poin, suatu daerah masuk dalam kategori ketimpangan SEDANG. Apabila nilai Gini Ratio lebih dari 0,5 poin, maka daerah tersebut masuk kategori Ketimpangan TINGGI,” sambung dia.
Aspar mengatakan bahwa mempertahankan dan menurunkan nilai Gini Ratio di setiap daerah itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh perencanaan yang matang dengan peletakan rumusan kebijakan yang mampu melihat berbagai dimensi dan arah pembangunan.
Dan Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu Utara, lanjut dia, telah mampu melakukan berbagai rumusan kebijakan dan perencanaan pembangunan yang baik, sehingga arah pembangunan dari waktu ke waktu terus mengalami perbaikan, tepat sasaran dan tepat guna.
“Tidak ada kata lelah dan menyerah, Bupati bersama jajarannya mulai dari tingkat kabupaten sampai tingkat desa, telah mampu menembus pelosok terluar, terpencil dan terisolir dalam upaya memperoleh gambaran dan fenomena di setiap pelosok untuk dasar peletakan kebijakan dan arah pembangunan yang tepat sasaran dan tepat guna,” ucap Aspar.
“Dan hal ini telah dibuktikan dengan hasil yang nyata tanpa rekayasa atas koreksi/capaian positif terhadap semua indikator pembangunan daerah di Luwu Utara, baik dari makro ekonomi maupun dari sosial budaya hingga tahun 2023,” pungkasnya (lhr/jal/dr)