Oleh : Muslimin.M
Pernah suatu waktu, saya mengikuti seminar tentang permasalahan kepemimpinan dalan pendidikan, salah satu yang menarik dari acara itu dan saya mencatatnya adalah tentang persoalan-persoalan mendasar di pendidikan kita saat ini, baik persoalan yang terkait sistem, kebijakan dan termasuk persoalan kepemimpinan di bidang pendidikan baik itu di lembaga strukturalnya, maupun di unit-unitnya seperti sekolah. Dalam tulisan kali ini tentu saya tidak mengurai semuanya, saya hanya akan fokus pada aspek-aspek yang lebih urgen.
Jika kita menelaah kembali jalan panjang kondisi pendidikan kita saat ini masih didominasi oleh persoalan-persoalan klasik dengan tiga masalah besar yaitu masalah aksesibilitas, masalah hasil belajar peserta didik dan masalah pemerataan kualitas layanan, dan permasalahan ini semakin diperparah dengan munculnya covid19 yang sempat melanda negeri ini sekitar dua tahun lebih.
Permasalahan diatas berkaitan juga dengan realitas problematika perubahan dunia global dan perkembangan teknologi digital saat ini, aspek positifnya adalah dapat menjadi momentum yang tepat untuk akselerasi dan adaptasi kepemimpinan dalam pendidikan. Kecepatan dan ketepatan respons terhadap dinamika perubahan yang begitu cepat sangat ditentukan oleh sosok pemimpin. Kepemimpinan pendidikan merupakan salah satu faktor kunci gemilangnya pencapaian hasil belajar di lembaga pendidikan baik itu di pendidikan formal maupun non formal.
Bercermin dari realitas diatas, ternyata ada hal yang belum difahami oleh banyak kalangan yaitu bahwa kinerja suatu kelompok akan dipengaruhi oleh sistem motivasi dari kepemimpinan itu sendiri, dan sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan memengaruhi suatu situasi tertentu. Dalam konteks itu, Menurut Fiedler (Fiedler:1967), kepemimpinan yang efektif akan terjadi jika seorang pemimpin mau belajar menjadi pemimpin yang baik dan peka dalam mengadaptasi perubahan yang terjadi.
Arah solusi
Kaitan dengan problematika pendidikan saat ini, pemerintah telah mengidentifikasi beberapa konsep untuk mengatasi persoalan pada pendidikan kita saat ini, mulai dari pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, kita bisa lihat beberapa langkah langkah penting yang dilakukan, seperti :
Pertama : capaian belajar diarahkan untuk membentuk kemandirian siswa dan kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Kedua : memperkecil kesenjangan layanan pendidikan antar status sosial ekonomi, kondisi geografis, dan gender.
Ketiga : peningkatan kompetensi dan peran guru dalam pengembangan pembelajaran serta pendampingan.
Keempat : proses pembelajaran berorientasi pada minat, bakat, dan tingkat capaian belajar murid, termasuk digitalisasi pengelolaan sumber daya sekolah.
Dalam konteks itu, dan kaitan dengan konsep perubahan yang dibangun melalui Program Sekolah Penggerak. Program ini bertujuan menjadi katalisator transformasi pendidikan sehingga dalam jangka waktu tertentu kinerjanya akan meningkat satu level lebih tinggi. Sebagai program yang dijalankan secara kolaboratif, intervensi program tersebut juga ditujukan kepada pemangku kepentingan di daerah melalui pengembangan program kemitraan dan pendampingan.
Lalu, jika kita perhatikan naskah akademik yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Roger mengungkapkan bahwa Program Sekolah Penggerak dijalankan dalam bentuk intervensi kebijakan dan program peningkatan mutu pendidikan. Menurutnya, sebuah perubahan terdiri atas tiga fase kegiatan, yaitu scale out, scale up, dan scale deep. Lebih lanjut, teori tersebut dijabarkan sebagai strategi replikasi program, sebagaimana dikemukakan oleh Riddell dan Moore (2015). Itu artinya bahwa kepemimpinan dalam pendidikan sangat dipengaruhi oleh kualitas kebijakan dan program yang digagasnya.
Kaitan dengan itu, ada upaya peningkatan mutu pendidikan sebagai proses panjang telah dilakukan oleh pemerintah dalam bentuk dan mekanisme yang berbeda-beda. Contoh
Pengembangan Program Sekolah Penggerak merujuk pada pengalaman penyelenggaraan program sekolah sebelumnya, yaitu sekolah standar nasional, sekolah berstandar internasional, rintisan sekolah berstandar internasional, sekolah rujukan, dan sekolah model.
Pemahaman kita bahwa aspek kompetensi pemimpin yang berpikiran maju, kreatif, dan inovatif harus dapat ditunjukkan dan diharapkan dapat membawa perubahan fundamental dalam proses pengelolaan lembaga pendidikan. Dengan demikian, model pemimpin yang diperlukan ialah pemimpin yang mampu membangun paradigma pembelajaran masa depan dan mampu melakukan pembelajaran yang berorientasi pada kepentingan pendidikan secara umum. Selain itu, juga mampu menciptakan lingkungan yang kondusif, melakukan refleksi kepemimpinan, meraih kesuksesan dalam pengembangan pembelajaran di unit sekolah dan meningkatkan kapasitas secara kolaboratif. Tetapi apakah ini sudah cukup untuk mengurangi problematika pendidikan saat ini ?.
Mengutip pendapat Henry Fayol, salah satu prinsip dalam manajemen ialah adanya division of labour. Hal ini juga sangat dekat dengan pendapat Weber tentang karakteristik birokrasi. Dalam konteks itu, Program Sekolah Penggerak, karakteristik birokrasi tersebut adalah adanya bentuk pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan sekolah. Pemerintah sebagai perumus kebijakan meluncurkan sebuah konsep perubahan kepemimpinan pembelajaran dari ketuntasan kurikulum menjadi intructional leadership dengan keberpihakan kepada murid dan mengedepankan kolaborasi.
Menariknya, seorang Schoemaker, Krupp, dan Howland (2013), mengungkapkan bahwa keterampilan esensial yang harus dimiliki oleh pemimpin ialah antisipatif, suka tantangan, interpretatif, kemampuan mengambil keputusan, kemampuan bekerja sama, dan pembelajar. Keterampilan tersebut merupakan modal bagi pemimpin untuk memperoleh pemahaman yang baik terhadap perubahan kepemimpinan yang akan dilakukan agar supaya terjadi simbiosis antar pemangku kepentingan, collaborative leadership pada Program Sekolah Penggerak harus mampu menunjukkan level kolaboratif yang tinggi.
Dari perspektif diatas, dapatlah kita memahami bahwa keterkaitan kausalitas yang menyebabkan kondisi perubahan dapat terjadi. Para pemimpin akan terlibat dalam sebuah kumparan interpretasi terhadap konsep perubahan kepemimpinan pendidikan yang sedang dibangun.Tindakan perubahan merupakan ungkapan yang dipengaruhi oleh bagaimana pemimpin memahami kompleksitas pengalaman dan kompleksitas kontekstual sehingga hasil tindakan mampu membawa kepada peningkatan kualitas pendidikan yang dinamis.
Pengalaman pelaku perubahan dan kompleksitas berpikir turut menentukan interpretasi terhadap konsep perubahan yang sedang dijalankan.
Hermeneutika Dilthey sebagai sebuah pendekatan historis dapat menunjukkan bahwa perubahan kepemimpinan pada akhirnya akan mampu melahirkan pemimpin gaya baru, walaupun tidak menutup kemungkinan sebagian tetap akan mempertahankan model kepemimpinannya.
Dalam konteks itu, Program Sekolah Penggerak memiliki asa untuk munculnya model kepemimpinan baru dengan paradigma baru, baik dari pemimpin yang ditempa pada ruang kepemimpinan gaya lama maupun dari bakal pemimpin yang terlahirkan pada ruang kepemimpinan berparadigma baru.
Pemimpin dalam pendidikan adalah pemimpin yang bertanggung jawab untuk merancang, mengimplementasikan, dan mengawasi kebijakan dan praktik pendidikan. Pemimpin pendidikan memainkan peran kunci dalam memastikan bahwa sistem pendidikan berjalan dengan efektif, adil, dan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Persoalan-persoalan klasik dalam pendidikan saat ini, menjadi masalah serius bagi negeri ini, perlu kerja keras, kerja cepat, dan tentunya dengan pemimpin yang tepat untuk mengatasinya.(**)