Oleh : Muslimin.M
Pemilihan presiden dan wakil presiden sudah usai dan Prabowo Gibran ditetapkan sebagai presiden terpilih oleh KPU, tanggal 20 Oktober 2024 mendatang akan dilantik secara resmi sebagai presiden dan wakil presiden selam lima tahun kedepan. Sebagai kepala negara dan sebagai kepala pemerintahan, tentu akan melaksanakan tugasnya sesuai amanat konstitusi termasuk akan menunaikan janji-janji politiknya sewaktu kampanye dulu. Dalam tulisan kali ini kita akan fokus pada janji kampanye pada bidang pendidikan, saya akan memberi perspektif dengan merujuk beberapa konsep yang terkait dengan tema tulisan ini.
Negara kita adalah negara kepulauan yang begitu luas dengan jumlah pulaunya kurang lebih 17.508, negara yang sangat strategis dengan jumlah penduduk yang besar atau nomor 4 di dunia setelah China, India dan Amerika Serikat. Keanekaragaman Fauna, Flora, budaya dan memiliki kearifan lokal yang unik yang menyebar di pulau-pulau besar dan kecil, dengan kondisi begitu tentu memerlukan sistem pendidikan spesifik dengan akses yang luas, dan untuk mencerdaskannya perlu suatu strategi yang mengedepankan keadilan, pemerataan sehingga tidak ada yang ditinggalkan.
Arah pembangunan pendidikan sejatinya mengandung kecerdasan yang dilandasi oleh moral dan karakter yang kuat dengan kreativitas dan daya saing. Dalam menyusun langkah-langkah strategis di bidang pendidikan, kita bisa belajar dari pengalaman negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Malaysia, Korea, China dan Singapura. Pada umumnya mereka memiliki orientasi pendidikan jangka panjang dan jangka menengah yang menjadi acuan pengembangan pendidikan nasional mereka. Acuan tersebut sudah barang tentu relevan dengan tantangan dan tuntutan zaman digital.
Sejak tahun 2020 negara ini telah menyongsong tibanya suatu kondisi yang disebut dengan bonus demografi.
Kondisi tersebut adalah situasi di mana komposisi masyarakat Indonesia didominasi oleh golongan muda usia produktif dalam jumlah yang sangat besar. Kondisi tersebut akan menghadirkan window of opportunity bagi lompatan pembangunan nasional jika angkatan muda usia produktif tersebut memiliki kualitas dan kapasitas yang dibutuhkan bagi bangsa untuk berkompetisi dalam persaingan global.Tetapi bonus demografi itu, jika tanpa diiringi dengan kualitas dan kapasitas SDM yang baik akan menjadi bencana bonus demografi nasional.
Namun sayangnya kita menghadapi tantangan tingginya jumlah penduduk usia muda15-24 tahun tanpa kegiatan produktif, yaitu tidak sedang menempuh pendidikan, tidak sedang bekerja, dan tidak sedang mengikuti pelatihan, atau sering disebut NEET (Not in Education, Employment, and Training).
Jumlah penduduk usia muda tanpa kegiatan (dependency ratio) meningkat dari 9,73 juta orang pada tahun 2018 menjadi 10,92 juta orang pada tahun 2020. Jumlah penduduk usia muda tanpa kegiatan pada tahun 2020 tersebut bahkan lebih besar dari jumlah penduduk pengangguran yang mencapai 9,76 juta orang, sehingga secara total terdapat 20,68 juta orang penduduk usia produktif yang tidak produktif, kualitas dan kapasitas yang diperlukan untuk mengiringi bonus demografi adalah SDM yang berkarakter, terampil, kreatif dan mandiri.
Dari perspektif diatas, kita bisa memberi penilaian bahwa bonus demografi dengan jumlah penduduk usia muda, jika tidak dibarengi dengan kualitas pendidikannya, maka ini akan menjadi beban pembangunan apalagi jika ternyata usia produktif itu justru tidak produktif atau menganggur karena keterbatasan kapasitas sumber daya, seperti rendahnya kualitas pendidikan, rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimiliki, dan rendahnya aksesibilitas yang tersedia.Tentu ini bukan harapan yang menggembirakan, bahwa dengan banyaknya usia muda yang kurang produktif itu, bisa menjadi masalah sosial dikemudian hari. Andaikan usia produktif dibarengi dengan kompetensi yang memadai, justru akan memberi nilai plus bagi pembangunan. Itulah mengapa visi pendidikan itu begitu penting dalam membangun negara, kita ingin limpahan generasi muda adalah generasi yang terdidik dengan modal pendidikan yang lebih baik.
Janji Prabowo Gibran
Pendidikan yang menjadi fondasi kemajuan suatu bangsa kerap dihadapkan pada masalah-masalah klasik seperti kesejahteraan guru, kurikulum, kekerasan, masalah pembelajaran, dan setumpuk persoalan lainnya. Permasalahan tersebut seperti tidak berujung, sejak orde lama, orde baru, bahkan sampai orde reformasi saat ini, masalahnya itu-itu saja. Prabowo Gibran mungkin diharapkan bisa menyelesaikan pada pemerintahan barunya nanti. Apalagi tantangan pendidikan bagi anak-anak tidak lebih mudah seiring pesatnya perkembangan teknologi dan informasi.
Prabowo Gibran mempunyai sejumlah janji di bidang pendidikan. Janji-janji tersebut mereka sampaikan ketika melakukan kampanye. Berikut beberapa janji Prabowo dan Gibran di bidang pendidikan :
Pertama : Program Peningkatan Gaji Guru, akan menaikan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berprofesi sebagai guru atau dosen. Kebijakan penggajian diarahkan pada upah minimum provinsi (UMP) dengan gaji tertinggi mengacu pada jabatan profesional, meskipun pelaksanaan dilakukan bertahap sesuai kemampuan keuangan negara.
Kedua : Makan Siang atau makan pagi dan Susu Gratis di Sekolah dan Pesantren. Prabowo-Gibran akan melakukan pemenuhan gizi untuk anak-anak pra sekolah, sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), dan pesantren. Dengan meningkatkan gizi anak. Hal ini dinilai sebagai masalah konkret dan mendesak yang harus segera ditangani secara langsung dan massal oleh pemerintah untuk memastikan tercapainya kualitas SDM dan kualitas hidup yang baik.
Ketiga : Pemenuhan Gizi Balita, dalam janji kampanyenya juga akan mengirimkan bantuan gizi diberikan kepada ibu hamil dan balita di seluruh Indonesia, selain bantuan gizi kepada ibu hamil juga akan dilakukan edukasi parenting.
Ke empat : Memperkuat pendidikan, sains dan teknologi Prabowo-Gibran mencanangkan bahwa kemajuan sebuah bangsa ditentukan oleh kualitas pendidikan, serta penguasaan sains dan teknologi. Janji kampanye terkait kemajuan kualitas pendidikan akan terus ditingkatkan melalui pengembangan kualitas guru, pengembangan fasilitas pendidikan dan penyediaan pendidikan, termasuk menyediakan dana abadi pendidikan, dana abadi pesantren (untuk mencetak santri berkualitas unggul).
Kelima : Pembangunan Infrastruktur Sekolah, mendirikan ruang kelas, laboratorium, dan perpustakaan yang memenuhi standar. Di samping itu, perbaikan akan dilakukan pada sekolah-sekolah yang kini dalam keadaan tidak memadai dan tidak layak.
Ke enam : Melanjutkan Program PIP, KPI, hingga KIS. Melanjutkan program-program yang telah dijalankan oleh Presiden Joko Widodo, anggaran pendidikan yang dialokasikan oleh pemerintah pusat mencakup berbagai program, termasuk Program Indonesia Pintar (PIP) yang menyasar 20,1 juta siswa, Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk kuliah/bidikmisi yang diberikan kepada 976,8 ribu mahasiswa, dan tunjangan profesi bagi 556,9 ribu guru non-PNS. Selain itu, peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)/Kartu Indonesia Sehat (KIS) mencapai 96,8 juta jiwa pada tahun 2023.
Dari enam poin janji Prabowo Gibran diatas, bisa kita lihat bahwa yang benar-benar baru hanya ada dua yaitu janji makan pagi gratis bagi siswa sekolah dasar dan menengah, dan janji pemenuhan gizi bagi ibu hamil dan balita.Tentu kita sepakat bahwa semua janji-janji ini baik dan memberi manfaat, terutama pada manfaat jangka panjang. Jika siswa ingin cerdas memang harus disuplai dari makanan yang bergizi dan seimbang, pun jika balita ingin sehat juga harus diberi asupan gizi sejak dini.
Dan yang menarik dari janji-janji itu adalah tentang makan pagi gratis bagi siswa dan pemberian atau pemenuhan gizi bagi balita dan ibu hamil, janji ini benar-benar baru dan memantik banyak perdebatan diruang ruang publik, dan sering memunculkan banyak pertanyaan bahkan keraguan di sebagian masyarakat kita, bagaimana merealisasikan ini, dari mana anggarannya dan apakah tidak mengganggu program yang lain dan apakah janji ini akan efektif dapat menyelesaikan permasalahan kualitas pendidikan selama ini, atau setidaknya dapat mengurangi kesenjangan dengan negara lain ?, pertanyaan-pertanyaan ini akan selalu muncul di masyarakat kita sebagai respon atas janji dan program dari Prabowo Gibran. Bagi saya, dan mungkin juga bagi yang lain, bahwa pertanyaan itu perlu disikapi dengan bijak dan dijawab dengan kerja nyata, sebab masyarakat sederhana saja harapannya yaitu perlu bukti nyata, bukan janji kosong.
Saat ini memang kita belum bisa menilai apalagi mengambil kesimpulan atas janji itu karena belum dilaksanakan, tetapi setidaknya dari janji itu kita bisa memberi asumsi bahwa apa yang dijanjikan itu tentu tidaklah mudah merealisasikannya terutama janji makan pagi gratis dan pemenuhan gizi balita, banyak para analisis ekonomi memberi pandangan tentang kendala dalam realisasi rencana program ini terutama pada aspek pembiayaan yang jumlahnya ratusan triliun setiap tahunnya.Tetapi tentu kita juga bisa berpandangan lain bahwa perspektif nya jangan hanya melihat dari sisi anggarannya, tetapi juga harus dilihat efek lainnya seperti akan ada perputaran ekonomi baru di daerah terutama pada level lingkungan sekolah.
Tentu kita sepakat bahwa janji politik bagi seorang pemimpin kepada rakyatnya adalah hutang harapan yang harus ditunaikan. Memang kita juga menyadari bahwa semua butuh proses dan kerja keras, dan kerja keras itulah membutuhkan waktu yang tidak instan, kadangkala memang kita masyarakat kurang sabar dalam menyikapi sesuatu hal apalagi jika itu menyangkut kepentingan dan kebutuhan. Kita ingin bahwa program Prabowo Gibran di bidang pendidikan ini akan membuka jalan bagi kemajuan pendidikan kedepannya. Investasi pendidikan tidak boleh salah arah sebab taruhannya adalah masa depan bangsa. Kualitas SDM bangsa sangat ditentukan oleh kualitas pendidikannya, dan kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintahannya.(**)