Jakarta, daulatrakyat.id – Komisi Yudisial (KY) telah memberikan klarifikasi secara tertulis kepada DPR soal keterangan tambahan untuk melengkapi usulan calon hakim agung dan calon hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) di Mahkamah Agung (MA) Tahun 2024.
Surat yang ditandatangani Ketua KY Amzulian Rifai pada Rabu, 4 September 2024 itu mengungkapkan bahwa proses seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM di MA telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait.
“Menghormati tugas masing-masing lembaga dalam seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM di MA. Namun, merespons dinamika yang berkembang pasca penolakan usulan KY, KY telah bersurat secara resmi kepada DPR untuk menyampaikan klarifikasi atas kekeliruan persepsi bahwa terdapat pelanggaran aturan pada seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM di MA yang disampaikan tadi pagi,” jelas Wakil Ketua KY Siti Nurdjanah.
Menurut Nurdjanah, langkah ini diambil untuk membangun kembali komunikasi dengan DPR dan meluruskan kesalahan persepsi yang beranggapan bahwa proses seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM di MA melanggar undang-undang. Menurut DPR, dua calon hakim agung kamar Tata Usaha Negara khusus pajak dianggap tidak memenuhi syarat administrasi, yaitu berpengalaman menjadi hakim selama 20 tahun.
“KY akan terus berkoordinasi dengan DPR agar keterangan tambahan ini dapat menjadi pertimbangan, sehingga calon yang diusulkan KY dapat disetujui untuk diangkat menjadi hakim agung. Terlebih waktu seleksi di KY juga telah memakan waktu 6 bulan dengan biaya yang tidak sedikit. Hal lain yang patut dipertimbangkan adalah bahwa MA yang masih kekurangan hakim agung dikarenakan menumpuknya perkara di MA,” lanjut Nurdjanah.
Klarifikasi Komisi Yudisial
Anggota KY Sukma Violetta yang juga hadir dalam konferensi pers memberikan penjelasan terkait perbedaan jalur karier dan jalur nonkarier dalam seleksi calon hakim agung, serta calon hakim ad hoc di MA. Menurutnya, masing masing mempunyai persyaratan yang berbeda, sesuai peraturan perundangan.
KY telah mengusulkan 12 nama untuk mendapatkan persetujuan itu dengan komposisi 3 CHA kamar Pidana, 1 CHA kamar Perdata, 1 CHA kamar Agama, 1 CHA kamar Tata Usaha Negara, 3 CHA kamar Tata Usaha Negara khusus Pajak, dan 3 calon hakim ad hoc HAM di MA.
Di kesempatan itu, Sukma mengklarifikasi soal persyaratan calon hakim agung dari jalur karier. Menurutnya, hakim agung dari jalur karier harus berpengalaman paling sedikit 20 tahun menjadi hakim, termasuk pernah menjadi hakim tinggi.
“Melalui Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 53/PUU-XIV/2016, bahwa hakim karir tidak perlu 3 tahun hakim tinggi, tetapi pernah menjadi hakim tinggi,” ujar Sukma.
Terkait persepsi DPR bahwa dua calon hakim agung dua calon hakim agung kamar Tata Usaha Negara khusus pajak dianggap tidak memenuhi syarat administrasi, yaitu berpengalaman menjadi hakim selama 20 tahun, Anggota KY Binziad Kadafi berargumen bahwa KY telah melaksanakan seleksi sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku.
Menurut Kadafi, sesuai Putusan MK No. 6/PUU/XIV/2016 bahwa status hakim Pengadilan Pajak adalah sejajar dengan hakim di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, Pengadilan Tinggi pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum dan Pengadilan Tinggi Agama. Kemudian status hakim Pengadilan Pajak semakin dipertegas oleh Putusan MK Nomor 26/PUU-XXI/2023 yang memandatkan penyatuan atap Pengadilan Pajak untuk dibina sepenuhnya oleh MA.
Hingga saat ini tidak ada hakim di Pengadilan Pajak yang memenuhi pengalaman menjadi hakim paling sedikit 20 tahun. Bahkan, lanjut Kadafi, hingga 7 tahun ke depan, tidak ada hakim Pengadilan Pajak yang memenuhi persyaratan menjadi hakim selama 20 tahun.
“Menurut data KY, hakim paling senior di Pengadilan Pajak barul berpengalaman 13 tahun sebagai hakim. Hal tersebut disebabkan Pengadilan Pajak yang baru berdiri pada April 2002. Terlebih lagi, syarat untuk diangkat menjadi hakim Pengadilan Pajak ditentukan berumur paling rendah 45 tahun. Syarat ini bahkan jauh lebih tinggi dari syarat untuk diangkat sebagai hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), yaitu berusia paling rendah 25 tahun,” lanjut Kadafi.
KY juga menyoroti beban perkara pajak yang cukup tinggi. Pada tahun 2023, dari 7.979 perkara di Kamar TUN MA, 88,65% di antaranya adalah perkara PK Pajak. Sementara hakim agung kamar TUN yang ada berjumlah tujuh orang, dan hanya satu orang di antaranya yang memiliki spesifikasi keahlian di bidang pajak.
“Masing-masing hakim agung di Kamar TUN MA menanggung beban perkara sebesar 3.420 perkara pertahun, sehingga hal ini menjadi beban kerja tertinggi dibanding hakim agung di kamar lainnya di MA,” ungkap Kadafi.
Melanjutkan apa yang disampaikan Kadafi, Anggota KY Joko Sasmito juga mengungkap bahwa diskresi serupa pernah dikonsultasikan Anggota KY periode 2005-2010 kepada DPR ketika melakukan seleksi hakim agung Kamar Militer. Saat itu, hakim Pengadilan Militer belum ada yang memenuhi syarat 20 tahun menjadi hakim, dikarenakan hakim Pengadilan Militer mempunyai sistem pembinaan tersendiri.
“Hasilnya, dari 4 orang hakim agung Kamar Militer yang saat ini menjabat di MA, masa jabatannya saat diangkat sebagai hakim agung berkisar antara 8 sampai dengan 18 tahun,” ujar Joko
Anggota KY dan Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata meyakini bahwa kedua lembaga bisa bersepakat mengambil jalan tengah terbaik agar terpenuhinya hak-hak masyarakat pencari keadilan.
“KY sudah melakukan seleksi dengan standard kualitas dan integritas yang dapat dipertanggungjawabkan. Harapan kami tentunya DPR dapat mempertimbangkan kembali agar semua calon yang diajukan oleh KY dapat disetujui,” pungkas Mukti Fajar.(rls hms KY/jal/dr)