
Luwu Utara, daulatrakyat. id –Kejaksaan Negeri Luwu Utara kembali menoreh prestasi gemilang, setelah sukses menyelamatkan aset negara milik Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Luwu Utara bernilai miliaran rupiah. Penyelamatan aset negara ini adalah kali kedua dilakukan dalam kurun waktu enam bulan.
Sebelumnya, lahan yang telah dibangun Puskesmas Pembantu (Pustu) Lara digugat oleh salah seorang warga yang mengkalim lokasi tersebut. Gugatan aset Pemda Lutra tersebut dilakukan oleh seorang warga yang mengklaim sebagai pemilik sah atas lahan Pustu Lara. Namun, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Luwu Utara, Selasa (17/3/2021) menolak gugatan penggugat dan mengabulkan eksepsi tim Jaksa Pengacara Negara (JPN) Kejari Lutra.
Kepala Kejaksaan Negeri Luwu Utara, Haedar SH.,MH yang dikonfirmasi menegaskan, selama ini Kejaksaan Negeri Luwu Utara telah mendampingi Pemda Luwu Utara dan Dinas Kesehatan dalam menghadapi gugatan dari penggugat.
Hal tersebut dimungkinkan karena Kejaksaan mempunyai kewenangan di bidang perdata dan tata usaha negara sebagaimana diatur pada Undang-Undang Nomor Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia ditentukan bahwa di bidang perdata dan tata usaha negara, “kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah”.
“Jadi, Kejaksaan dalam hal ini dapat menjalankan tugas dan wewenang di bidang perdata dan tata usaha negara sebagai jaksa pengacara negara (JPN) guna menjaga kewibawahan pemerintah,” tegas Haedar
Ditanya soal penanganan kasus korupsi, Haedar menimpali, untuk tahun 2021 ini, ada tiga perkara ditahap penyidikan dan dua tahap penuntutan.
“Untuk kasus ditahap penyelidikan ada dua perkara dan sementara kami rampungkan. Dan sebentar lagi akan kami tingkatkan ke tahap penyidikan,” tegas Haedar.
Sementara itu, Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara, Sakaria, menyampaikan perkara ini bermula ketika salah satu warga di Desa Lara mengakui bahwa Lokasi Pembangunan Pustu di Desa Lara adalah milik orang tuanya yang telah meninggal dunia. Sehingga dia merasa mempunyai Hak atas Lokasi objek sengketa yang di atasnya ada Bangunan Pustu di Desa Lara.
Penggugat mengajukan gugatan terhadap KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN LUWU UTARA sebagai Tergugat I , UPT PUSKESMAS LARA 1 sebagai Tergugat II dan PEMERINTAH DESA LARA C.Q KEPALA DESA LARA sebagai Tergugat III dengan materi materi pokok gugatan adanya Perbuatan melawan hukum (onrecht matige daad).
Atas gugatan tersebut, Pemda Luwu Utara memberikan kuasa khusus kepada Kepala Kejaksaan Negeri Luwu Utara mendampingi pihak Pemda Luwu Utara (dinas Kesehatan) dalam menghadapi gugatan tersebut di pengadilan.
Sedangkan menurut salah satu Tim JPN Kejaksaan Negeri Luwu Utara, A.M.Siryan S.H ,putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Masamba dalam amar putusannya menjelaskan, gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard) ; dan Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.420.000,00 (dua juta empat ratus dua puluh ribu rupiah).
Lebih Lanjut Siryan menjelaskan, dalam Sengketa Perdata, petitum suatu gugatan perdata harus didasarkan dan didukung oleh posita/dalil-dalil gugatan yang diuraikan secara jelas, mengenai dasar hukum (rechts grond) dan kejadian atau peristiwa yang mendasari gugatan (fetelijk ground) sehingga antara posita dengan petitum nanti jelas korelasinya dan tidak menyebabkan gugatan tersebut kabur(Obscuur Libel).
Sedangkan dalam Sengketa ini Penggugat bersama dengan penasehat hukumnya dalam menyusun gugatannya tidak menguraikan secara jelas, mengenai dasar hukum (rechts grond) dan kejadian atau peristiwa yang mendasari gugatan (fetelijk ground) sehingga antara posita dengan petitum, tidak jelas korelasinya dan menyebabkan gugatan tersebut kabur(Obscuur Libel) sesuai dengan pokok keberatan kami.
Menurut Siryan, sangat beralasan hukum apabila Majelis Hakim memutuskan Gugatan Penggugat dinyatakan “tidak dapat diterima” atau niet ontvankelijke verklaard, dan pada kenyataannya argumentasi Jaksa Pengacara Negara tersebut diambil alih dalam pertimbangan Majelis hakim dalam putusannya. (*)