MAKASSAR.DAULATRAKYAT.ID.Pada tahun 2020, pandemi COVID-19 menyebabkan kontraksi lebih dalam pada kinerja lapangan usaha (LU) terkait pariwisata (LU Transportasi dan Pergudangan serta LU Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum) dibandingkan LU lainnya.
Bahkan hingga tahun 2022, secara nasional, jumlah kunjungan wisatawan, devisa pariwisata, serta kontribusi PDB pariwisata belum pulih ke level sebelum pandemi. Oleh karenanya, dibutuhkan strategi untuk mendorong pemulihan sektor pariwisata unggulan di Sulawesi Selatan.
“Sebagai bentuk dukungan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan beserta Pemerintah Kab/Kota di Sulawesi Selatan, BI Sulsel telah melakukan kajian bersama dengan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia untuk menganalisis Daya Saing Pariwisata Unggulan Sulawesi Selatan melalui pemetaan sisi permintaan dan penawaran destinasi unggulan.
Kedua menganalisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman (SWOT) destinasi unggulan pariwisata di Sulawesi Selatan,merumuskan strategi pemulihan dan pengembangan pariwisata di destinasi unggulan di Sulawesi Selatan,berdasarkan hasil analisis SWOT terhadap persepsi wisatawan domestik akan destinasi unggulan di Sulawesi Selatan, seluruh objek kajian di Kota Makassar, Kab. Maros, Kab. Bulukumba, dan Kab. Tana Toraja dan KabToraja Utara menunjukkan daya saing internal yang kuat (Strength) dan daya saing eksternal yang menjadi peluang (Opportunity),
“Sehingga strategi yang dapat dilakukan adalah promosi wisata yang menonjolkan kekuatan dan keunikan masing-masing destinasi, dirangkaikan dengan paket wisata, event wisata, festival budaya, expo wisata, travel fair, dan digital marketing,di sisi lain, persepsi wisatawan mancanegara masih menjadi tantangan bagi pariwisata Sulsel,”papar Direktur BI Sulsel Firdaus Muttaqin.
Lanjut dia paparkan berdasarkan hasil analisis SWOT terhadap persepsi wisatawan mancanegara akan destinasi unggulan di Sulawesi Selatan, seluruh objek kajian di Kota Makassar, Kab. Maros, Kab. Bulukumba, dan Kab. Tana Toraja dan Kab. Toraja Utara sudah menunjukkan daya saing internal yang kuat (Strength), namun daya saing eksternal di Kab. Bulukumba dan Kota Makassar masih menjadi ancaman (Threat).
“Oleh karenanya, dibutuhkan diversifikasi destinasi dan atraksi wisata untuk menonjolkan kekuatan destinasi sementara masih dilakukan perbaikan terhadap faktor-faktor eksternal. Di sisi lain, daya saing eksternal di Kab. Maros merupakan peluang (Opportunity), sehingga promosi destinasi dibutuhkan untuk menonjolkan kekuatan destinasi pariwisata eksisting,”paparnya.
Adapun dari sisi pelaku usaha wisata, faktor eksternal yang menjadi daya saing pelaku usaha pariwisata di Sulawesi Selatan adalah faktor keamanan dan infrastruktur, meski besarannya tidak terlalu tinggi dan masih membutuhkan peningkatan.
Faktor eksternal lainnya seperti program bantuan, keberadaan komunitas, dan peran tokoh masyarakat masih perlu dioptimalkan. Sementara, faktor internal yang menjadi daya saing pelaku usaha pariwisata di Sulawesi Selatan adalah modal usaha, strategi pemasaran, dan pengelolaan keuangan.
Namun demikian, faktor internal lainnya seperti kepemimpinan usaha dan harga produk/jasa masih perlu dioptimalkan. Berdasarkan analisis SWOT, pelaku usaha wisata di Kab. Maros dan Kab. Bulukumba dapat memanfaatkan strategi Strength-Opportunity, yakni meningkatkan promosi dan faktor internal perusahaan, beriringan dengan memanfaatkan faktor eksternal untuk menangkap peluang pasar.
Sementara, pelaku usaha wisata di Kota Makassar dapat memanfaatkan strategi Strength-Threat yaitu mendiversifikasi produk. Terkait dengan strategi diversifikasi atraksi, produk, dan jasa wisata, terdapat potensi desa wisata yang dapat dioptimalisasi.
Pengembangan desa wisata di Sulawesi Selatan tergolong baik, terutama di beberapa kab/kota seperti Luwu Timur, Maros, dan Bantaeng, dengan mayoritas desa wisata berada di tahap Rintisan, atau tahap yang paling awal sebelum Berkembang, Maju, dan Mandiri. Empat desa wisata di Sulsel berhasil masuk dalam 50 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) Tahun 2022 dan kiranya dapat bersama-sama kita optimalkan replikasi dan pengembangannya di wilayah lainnya di Sulawesi Selatan.
“Strategi diversifikasi maupun promosi MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition) juga dapat diterapkan untuk menarik kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara ke Kota Makassar. Berdasarkan hasil survei kajian ini, dari 42% responden yang pernah berwisata MICE di Makassar, 55% merasa pelaksanaan MICE di Kota Makassar sudah cukup baik dan 25% merasa sangat baik,”sebutnya.
Strategi BI selanjutnya beberapa aspek yang dapat ditingkatkan adalah pengalaman unik yang bernilai tinggi ketika melakukan MICE di Makassar, baik dengan meningkatkan pusat perbelanjaan dan bisnis, city tour, buku direktori MICE, maupun peningkatan kompetensi SDM yang berkenaan langsung dengan wisatawan.
“Kemudian strategi promosi berbasis minat juga dapat didorong melalui calendar of event yang terintegrasi dengan berbagai paket wisata yang mendukung aktivitas yang diminati,”pungkasnya.
Bank Indonesia turut mendorong kegiatan pengembangan Desa Wisata melalui Program Sosial Bank Indonesia dan Pembinaan kepada Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, termasuk di Air Terjun Bossolo Jeneponto dan di Wisata Geopark Rammang-Rammang.
“Ini wujud kerjasama yang telah dilakukan Bank Indonesia dan Pemerintah Daerah pada waktu-waktu yang lalu, ke depan Bank Indonesia siap untuk terus menjalin kerjasama dan mendorong pemulihan sektor pariwisata unggulan Sulsel ke depan,”pungkasnya.