MALANG.DAULATRAKYAT.ID Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia menunjukkan kemajuan pesat, menempatkan Indonesia di peringkat ketiga secara global dalam State of the Global Islamic Economy Report.
Namun, rendahnya literasi keuangan syariah di masyarakat masih menjadi tantangan utama yang harus segera diatasi.
Hal ini disampaikan oleh Prof. Dr. Imron Mawardi, Sp., M.Si., seorang akademisi dan pakar ekonomi Islam, dalam acara Media Gathering Jurnalis dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang berlangsung di Hotel Alana Malang, Minggu (23/11/2025) pagi.
Peringkat Global dan Proyeksi Pertumbuhan
Dalam paparannya, Prof. Imron Mawardi menyoroti posisi Indonesia yang berada di peringkat ketiga global, hanya selangkah di bawah Arab Saudi dan Malaysia.
“Indonesia sudah berada di peringkat yang cukup bagus,namun, Malaysia, yang memulai perkembangan keuangan syariah sejak tahun 80-an, menerapkan sistem top-down yang lebih ketat, membuat mereka lebih unggul.”paparnya.
Berdasarkan proyeksi, sektor keuangan syariah Indonesia diperkirakan akan terus tumbuh pesat. Diperkirakan pada tahun 2028, nilai aset keuangan syariah akan mencapai $7,5 triliun, didorong oleh potensi pasar yang sangat besar di Indonesia.
“Kita memiliki pasar yang sangat besar, maka sebenarnya kita juga [punya peluang] sangat besar. Kita harus menyiapkan infrastruktur, termasuk sertifikasi halal untuk mendukung perkembangan ini.”ungkap Prof. Dr. Imron Mawardi
Tantangan Utama: Rendahnya Literasi
Meskipun potensi pasar besar, Prof. Imron menekankan bahwa tantangan terbesar adalah literasi keuangan syariah yang masih rendah. Mengutip Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2025, literasi keuangan syariah hanya mencapai 43,42%.
”Artinya, tidak sampai 50% masyarakat mengetahui tentang keuangan dan lembaga keuangan syariah,” tegasnya.
Prof. Imron menjelaskan bahwa literasi yang rendah ini menjadi hambatan ganda dimana kurangnya Pemahaman masyarakat yang belum sepenuhnya memahami konsep ekonomi Islam dan produk-produk syariah.
Sedangkan untuk Sertifikasi Halal sendiri lebih jauh Mawardi mengatakan alasannya karena lambatnya implementasi Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU No. 33 Tahun 2014) di sektor makanan dan minuman juga menjadi penghambat.
Ia mencontohkan sulitnya mencari Rumah Potong Hewan (RPH) bersertifikat halal, yang menunjukkan perlunya pembenahan infrastruktur pendukung industri halal.
Pentingnya Peran Jurnalis
Dalam sesi yang dimoderatori oleh Kepala Direktorat Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Lembaga Jasa Keuangan OJK, Prof. Imron juga memberikan pesan khusus kepada para jurnalis yang hadir.
”Wartawan ekonomi tidak boleh menjadi ‘koodinator’ dari narasumber, tetapi harus paham betul terhadap persoalan yang ditanyakan,” ujarnya, menekankan pentingnya penguasaan materi ekonomi secara mendalam.
Ia berharap jurnalis dapat berperan sebagai pilar yang meningkatkan literasi masyarakat dengan menyampaikan informasi secara akurat dan mudah dipahami.
”Jurnalis harus punya integritas dan berpihak kepada kebenaran dan kebaikan. Di bidang ekonomi syariah, ini berarti menginformasikan hal-hal yang sesuai dan tidak bertentangan dengan syariat,” tutupnya.




























