YOGYAKARTA.DAULATRAKYAT.ID Gagasan pengembangan wisata halal di daerah konservatif seperti Toraja, Sulawesi Selatan, memerlukan pendekatan khusus yang adaptif terhadap realitas sosial dan budaya setempat.
Pakar Ekonomi Syariah Universitas Islam Indonesia (UII), Mohammad Bekti Hendrie Anto mengatakan, implementasi wisata halal tidak selalu harus kaku dengan standar sertifikasi penuh, namun bisa dikembangkan melalui konsep bertahap seperti “Muslim Friendly Tourism” atau wisata yang ramah bagi wisatawan Muslim.
“Di daerah seperti Toraja, perlu pendekatan yang berbeda. Tidak harus semua disertifikasi halal. Bisa dibuat level baru seperti ‘muslim friendly’, yang tetap menyediakan kebutuhan dasar wisatawan muslim seperti tempat ibadah dan makanan halal, tanpa mengubah keseluruhan karakter wisata setempat,”imbuh Bekti dalam ToT Ekonomi dan Keuangan Syariah di Jogjakarta, Senin (23/6/2025).
Konsep ini, menurutnya, merupakan upaya kompromi yang memungkinkan promosi pariwisata tetap jalan tanpa menghilangkan identitas budaya lokal, sembari tetap menjaga prinsip-prinsip dasar syariah bagi wisatawan muslim.
Ia juga menyarankan adanya klasifikasi informasi yang jelas bagi wisatawan terkait tingkat kesesuaian destinasi dengan prinsip keislaman, termasuk kemungkinan adanya label “not recommended for Muslim tourists” untuk tempat-tempat yang tidak memenuhi standar minimal.
“Kalau ada yang memang tidak bisa disesuaikan dengan standar halal, bisa diberi klasifikasi sebagai tidak direkomendasikan bagi wisatawan Muslim, bukan diharamkan, tapi hanya bentuk panduan agar transparan dan jujur,” tambahnya.
Bekti menekankan pentingnya kejujuran informasi dalam ekosistem wisata halal.
“Ini bukan soal memaksakan Islamisasi budaya, tetapi menyediakan ruang aman dan nyaman bagi wisatawan muslim di tengah keragaman destinasi nusantara,” tandasnya.
Konsep muslim friendly tourism kini menjadi salah satu wacana menarik dalam pengembangan ekonomi syariah berbasis pariwisata, terutama di daerah-daerah yang memiliki kekayaan budaya non-muslim namun tetap ingin menjaring segmen wisatawan global beragama Islam.
Dengan semakin tingginya permintaan wisata halal secara global, Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia memiliki peluang besar untuk menjadi pemain utama namun tetap harus bijak dalam menyeimbangkan antara pasar, nilai, dan kearifan lokal.