Oleh : Muslimin.M
Seorang guru saat ini dituntut setidaknya memiliki kemampuan pedagogik yang baik dan familiar dengan teknologi. Setiap hari sebelum memulai aktivitas pembelajaran di sekolah sudah harus siap dengan rencana pembelajaran yang terstruktur dan menarik. Salah satu cara yang biasa dilakukan seorang guru adalah dengan menggunakan alat peraga dan teknologi yang sederhana, namun efektif. Seorang guru juga harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik dan mudah difahami oleh siswa, ramah dan terbuka, dan selalu memberi motifasi ke pada siswa sehingga siswa tidak segan untuk bertanya.
Kemampuan seorang guru tidak hanya terlihat dari cara bagaimana dia mengajar, menggunakan perangkat teknologi dengan baik, tetapi juga cara dia memengaruhi dan menginspirasi siswa-siswa nya. Itulah gambaran model seorang guru yang bisa menjadi contoh nyata dalam mendidik dan membimbing siswanya. Kemampuan seorang guru dapat berdampak besar pada siswa nya. Seorang guru yang kompeten tidak hanya menguasai materi pelajaran, tetapi juga mampu membangun hubungan yang positif, memiliki kepribadian yang baik dan terus belajar untuk meningkatkan kualitas pengajarannya. Dalam tulisan bagian ketiga ini, kita lanjutkan dengan tema transformasi kompetensi guru.
Transformasi sistem pendidikan kaitannya dengan pembangunan sumber daya manusia (SDM) menempatkan pendidikan sebagai faktor determinan yang akan menentukan sejauh mana bangsa ini dapat berlari dan bersaing secara global untuk mewujudkan Indonesia yang maju, sejahtera, berdaulat, dan bermartabat. Menariknya, dunia pendidikan hari ini sedang ditantang untuk melakukan digital transformation dalam berbagai aspeknya sebagai implikasi dari revolusi Industri 4.0 atau 5.0 yang memengaruhi berbagai kebijakan dalam skala global.
Literasi digital di lingkungan sekolah menjadi salah satu upaya yang marak dikampanyekan dalam mempersiapkan digitalisasi pendidikan. Pada dasarnya, implementasi konsep literasi digital dalam lingkungan pendidikan ditandai dengan pengembangan berbagai program, termasuk kurikulum dan perangkat pembelajaran yang terintegrasi dengan perangkat-perangkat teknologi digital mendukung literasi digital. Kondisi ini tentu tidak bisa dihindari, digitalisasi pendidikan saat ini adalah bagian penting dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan.
Kalau kita perhatikan data tahun 2020 dari Pusdatin Kemendikbud, ada 19% atau 42.159 sekolah terdata belum mendapatkan akses internet, sedangkan 81% (175.365 sekolah) di seluruh Indonesia kini telah dilengkapi dengan infrastruktur penunjang digitalisasi pendidikan. Kemendikbud-Ristek juga telah melakukan berbagai terobosan konstruktif melalui peluncuran sejumlah platform pembelajaran digital, seperti Rumah Belajar, Guru Berbagi, Guru Belajar, yang memberikan kemudahan kepada guru dalam mengimplementasikan digital learning. Pemerintah juga menyediakan bantuan kuota internet bagi guru untuk memfasilitasi kebutuhan pembelajaran digital.
Dari data diatas (meskipun data beberapa tahun yang lalu), dapat kita maknai bahwa tidak begitu besar sekolah yang belum terjangkau internet, dan itu artinya bahwa jika program digitalisasi pendidikan terus berlanjut, maka bisa saja saat-saat sekarang ini atau setidaknya beberapa tahun kedepan semua sekolah akan terkoneksi dengan jaringan internet secara penuh, dan kita tentu meyakini bahwa digitalisasi pendidikan akan terjangkau secara merata di semua jenjang sekolah.
Dalam konteks pengembangan profesi guru, ada beberapa program-program yang secara substantif berorientasi pada penguatan SDM guru dalam menghadapi digitalisasi pendidikan juga telah diupayakan, seperti program Guru Penggerak. Sayangnya, program pengembangan profesi guru yang revolusioner ini belum menjangkau guru dalam skala besar. Setiap sekolah mungkin hanya memiliki satu atau dua guru penggerak dengan tuntutan dan tanggung jawab yang riskan.
Selain itu, program ini bisa saja menciptakan kesenjangan baru dalam komunitas guru dan pendidik yang dikhawatirkan akan berpengaruh pada produktivitas dan kinerja guru di lingkungan sekolah. Artinya potensi pembelahan dalam komunitas dan profesi guru akan terjadi, jika program guru penggerak itu tidak mampu menjangkau atau mengakomodir semua guru. Tentu kita sepakat dan tidak ingin ada istilah guru penggerak dan guru biasa karena program ini, kita ingin tidak ada dikotomi dalam guru.
Transformasi kompetensi guru
Dari hasil survei pemetaan kondisi pembelajaran digital di Indonesia yang diselenggarakan UNICEF mencatat bahwa sampai dengan 2020, masih ada 67% guru dari seluruh Indonesia yang belum memiliki pengetahuan, kemampuan, keterampilan, serta aksesibilitas yang dibutuhkan untuk melaksanakan digital learning. Lebih jauh, UNICEF dalam kajian yang sama juga melaporkan bahwa masih banyak guru di Indonesia yang belum mampu mengintegrasikan substansi kurikulum dan rencana pembelajaran yang berorientasi pada digitalisasi pendidikan.
Kompetensi yang dikuasai guru hari ini tampaknya belum cukup mampu merespons akselerasi teknologi dalam bidang pendidikan yang semakin jauh melampaui kemampuan guru untuk beradaptasi. Itu artinya dapat kita asumsikan bahwa dengan begitu banyaknya guru yang belum melek dengan teknologi, maka ini menjadi tugas berat pemerintah dalam meningkatkan kompetensi guru dalam penggunaan teknologi sebab penggunaan teknologi dalam pembelajaran menjadi hal penting yang sulit dihindari oleh guru. Kondisi dan tuntutan zaman dengan hadirnya teknologi yang begitu masip dan tidak dibarengi peningkatan kompetensi guru secara cepat dan tepat, menjadikan kompetensi guru yang ada semakin melebar jaraknya.
Kemudian kebijakan yang konstruktif harus juga diimbangi dengan kapasitas pelaksana kebijakan. Digitalisasi pendidikan tidak akan bisa terwujud apabila kompetensi guru yang merupakan mesin utama yang menggerakkan roda pendidikan tidak bersinergi dengan kebutuhan pendidikan digital. UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menetapkan Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Sosial, dan Kompetensi Profesional sebagai empat kompetensi dasar yang harus dikuasai seorang guru.
Ke empat kompetensi diatas, tidak akan cukup jika tidak didukung dengan satu kompetensi penting lainnya, yaitu kompetensi digital. Guru harus keluar dari ketakutan ataupun keengganannya untuk melaksanakan pembelajaran yang terintegrasi dengan teknologi. Untuk mengoptimalkan itu, maka menjadi penting harus ada regulasi yang mengaturnya agar kebijakan ini bisa menjangkau setiap guru secara individu dan bukan hanya sekelompok orang. Artinya kita kita mendorong agar pemerintah perlu mempertimbangkan untuk menempatkan kompetensi digital sebagai kompetensi wajib yang harus dimiliki guru, selain empat kompetensi dasar diatas.
Dalam konteks itu, maka kita menjadi khawatir bahwa jika praktik pendidikan tidak bersinergi dengan tuntutan revolusi 4.0, atau 5.0 bisa saja 10 tahun ke depan kita akan mengalami kesulitan dalam memperoleh SDM unggul yang mampu berkompetisi secara global.
Kita tentu sepakat bahwa guru, pelaku pendidikan, dan peserta didik tak lagi bisa berkilah tentang ketidaktersediaan infrastruktur ataupun kendala teknis lainnya tak lagi bisa dijadikan alasan untuk bersembunyi dari ketakutan akan teknologi.
Kita meyakini, perlahan tapi pasti, sistem pendidikan terus bermetamorfosis dari pembelajaran tradisional menuju pembelajaran moderen dengan berbasis digital. Guru harus menjadi tokoh sentral yang mampu menggerakkan roda pendidikan nasional ke arah yang futuristis dan relevan dengan tuntutan digitalisasi pendidikan, dan kita tentu sepakat bahwa digitalisasi pendidikan dengan segala konsekwensinya adalah baik demi kemajuan pendidikan dan masa depan bangsa.(**)