MAKASSAR.DAULATRAKYAT.ID.Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan (BI Sulsel) menyelenggarakan kegiatan Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) pada Rabu (24/11/2021).
Kegiatan PTBI tingkat nasional diselenggarakan di Jakarta dan juga dilaksanakan secara serentak di masing-masing daerah dalam rangka menyampaikan pandangan Bank Indonesia mengenai kondisi perekonomian terkini, tantangan, dan prospek ke depan. Tema yang diangkat dalam PTBI 2021 adalah “Bangkit dan Optimis: Sinergi dan Inovasi Untuk Pemulihan Ekonomi”.
Kepala Perwakilan Bank INDONESIA Provinsi Sulawesi Selatan
Causa Iman Karana memaparkan secara nasional, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2022 bakal mencapai 4,7-5,5%, dari 3,2-4,0% pada tahun 2021, didorong oleh berlanjutnya perbaikan ekonomi global yang berdampak pada kinerja ekspor yang tetap kuat, serta meningkatnya permintaan domestik dari kenaikan konsumsi dan investasi.
Hal ini didukung vaksinasi, pembukaan sektor ekonomi, dan stimulus kebijakan. Respons bauran kebijakan BI yang bersinergi dengan kebijakan ekonomi nasional akan terus mengawal perekonomian Indonesia pada tahun 2022.
Dijelaskan di Sulawesi Selatan (Sulsel), optimisme pemulihan kinerja ekonomi diprakirakan akan terus berlangsung hingga akhir tahun 2021. Pada triwulan III, konsumsi dan ekspor menjadi penopang utama kinerja ekonomi Sulsel. Dari sisi lapangan usaha (LU), kinerja ekonomi didorong oleh LU Pertanian, Konstruksi, dan Perdagangan.
Tekanan inflasi tetap terkendali dan memiliki tren yang menurun. Namun demikian, penyebaran kasus aktif COVID-19 menjadi hal yang perlu tetap diwaspadai, khususnya menjelang perayaan HBKN Natal dan momen pergantian tahun.
Perekonomian Sulsel terus menunjukkan pemulihan meskipun tumbuh melambat pada triwulan III. Hal ini terutama disebabkan oleh dampak base effect yang tak setinggi triwulan sebelumnya dan penerapan PPKM level 4 yang membatasi mobilitas masyarakat.
“Durasi pemberlakuan PPKM di Sulsel tercatat lebih lama dibandingkan sebagian besar wilayah lain di Indonesia. Untuk pertama kalinya dalam satu dekade terakhir, angka pertumbuhan ekonomi Sulsel tercatat di bawah nasional. Dibutuhkan motor pendorong ekonomi berkelanjutan yang dapat mengembalikan daya ungkit ekonomi Sulsel,”paparnya.
Dijelaskan berdasarkan komponen pengeluaran, konsumsi dan ekspor menjadi penopang utama kinerja ekonomi Sulsel setelah pada tahun sebelumnya menjadi penyumbang kontraksi. Sementara itu, investasi selalu menjadi penahan kinerja yang baik, bahkan di tengah pandemi. Apabila dibandingkan dengan triwulan II, kinerja semua komponen pengeluaran mengalami perlambatan. PPKM level 4 yang diberlakukan sepanjang triwulan III 2021 menahan mobilitas masyarakat dan memberikan dampak terhadap konsumsi, baik pemerintah maupun rumah tangga, serta investasi dan ekspor.
Dari sisi lapangan usaha (LU), perbaikan kinerja ekonomi Sulsel didorong oleh LU Pertanian, Konstruksi, dan Perdagangan. Pada triwulan III, LU Pertanian dan Pertambangan tercatat tumbuh membaik di tengah perlambatan pada terjadi pada sektor lainnya.
Hal ini kata dia sejalan dengan sifat sektor-sektor tersebut yang cenderung lebih resilient terhadap tekanan pandemi dan tidak bergantung pada mobilitas penduduk. Sementara itu, LU utama lainnya, seperti industri pengolahan dan perdagangan mengalami perlambatan sejalan dengan terbatasnya permintaan konsumsi.
“Sejumlah LU berpotensi didorong untuk mengakselerasi pemulihan kinerja ekonomi Sulsel. Dorongan difokuskan pada sektor dengan dampak ekonomi tinggi, risiko penyebaran pandemi rendah, dan serapan tenaga kerja yang besar. LU Pertanian, perdagangan, konstruksi, dan industri pengolahan merupakan sektor utama dengan penyerapan tenaga kerja tertinggi. Sektor pariwisata juga perlu didorong sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru yang diharapkan bisa menghasilkan dampak positif terhadap sektor terkait lainnya,”jelasnya.
Lanjut dikatakan pak Cik sapaannya bahwa selama masa pandemi COVID-19, tekanan inflasi Sulsel tetap terkendali, relatif rendah, memiliki tren yang menurun, dan beberapa kali berada di bawah batas target inflasi nasional 3±1%. Realisasi inflasi ini sejalan dengan tertahannya permintaan konsumsi masyarakat di tengah ketidakpastian ekonomi dan terbatasnya mobilitas. Seiring perbaikan aktivitas ekonomi yang terus berlangsung di Sulsel, permintaan masyarakat pun mulai pulih dan tingkat inflasi mulai meningkat.
Tingkat inflasi Sulsel hingga akhir tahun diprakirakan tetap berada dalam kisaran target inflasi nasional 3±1%.
Tindakan pencegahan dan pengendalian kasus aktif COVID-19 perlu terus dilakukan untuk menjaga optimisme dan ekspektasi pemulihan ekonomi Sulsel. Berdasarkan hasil survei Bank Indonesia telah terjadi peningkatan angka indeks keyakinan konsumen, indeks kondisi ekonomi saat ini, indeks kegiatan dunia usaha, dan indeks penjualan riil di Sulsel. Mobilitas penduduk juga kembali di atas baseline seperti sebelum pandemi, seiring dengan terkendalinya kasus aktif COVID-19. Optimisme dan ekspektasi positif ini perlu terus dijaga bersama.
Untuk mendukung pemulihan kinerja ekonomi di tengah pandemi COVID-19, BI Sulsel terus melanjutkan berbagai upaya digitalisasi ekonomi. Salah satu upaya tersebut adalah perluasan implementasi Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS) di Sulsel. Hingga November 2021, merchant QRIS di Sulsel telah mencapai 469.569. Berdasarkan perhitungan tahun berjalan (ytd), angka persentase pertumbuhan jumlah merchant QRIS di Sulsel (252%) telah melampaui angka pertumbuhan nasional (217%).
Lebih menggembirakan lagi, mayoritas atau 82,04% dari merchant QRIS ini merupakan pelaku UKM. Pencapaian ini membuat Sulsel mendapatkan pengharagaan sebagai provinsi dengan implementasi QRIS terbaik di wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Upaya digitalisasi ekonomi juga ditempuh Bank Indonesia melalui sinergi dan kerjasama dengan berbagai lembaga melalui kerangka kolaborasi pentahelix (akademisi, pelaku usaha/bisnis, komunitas, pemerintah, dan media massa). Salah satu wujud nyata hal ini adalah sinergi Bank Indonesia dan Pemerintah Daerah se-Sulawesi Selatan dalam rangka mendorong transformasi elektronifikasi transaksi pendapatan daerah dengan bantuan teknologi digital, termasuk melalui pembentukan Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD) di seluruh Pemda se-Sulsel.
“Kami terus berupaya mendorong pemulihan kinerja ekonomi melalui digitalisasi dan pengembangan UMKM di Sulsel. Upaya ini dilakukan untuk memperkuat daya saing UMKM melalui pengembangan komoditas yang berorientasi ekspor dan/atau substitusi impor. Dukungan terhadap pelaku UMKM diberikan antara lain melalui kegiatan digitalisasi, onboarding, hingga fasilitasi promosi,”ungkapnya.
Mengingat peran penting UMKM dalam mendorong pemulihan kinerja ekonomi Sulsel, kegiatan PTBI juga dirangkaikan dengan Anging Mammiri Business Fair (AMBF). Kegiatan AMBF dengan tema “Mengantar UMKM Sulsel Go Global” ini diisi dengan mini expo, business forum, sharing session, serta business matching export yang dapat dimanfaatkan para pelaku UKM untuk dapat meningkatkan kapasitas dan membuka pasar yang lebih luas. Hal ini sangat penting, apalagi mengingat peran strategis sektor UKM hal penyerapan tenaga kerja.
Sebagai bentuk apresiasi Bank Indonesia atas sinergi dan dukungan berbagai pihak, kegiatan PTBI juga diisi dengan pemberian apresiasi kepada Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) dan perbankan. Cash and Payment System Appreciation atau CHAPTER 2021 merupakan bentuk apresiasi Bank Indonesia kepada para pihak yang telah bersinergi dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi Sulsel. Terdapat beberapa kategori dalam CHAPTER 2021 ini, yakni Apresiasi PJSP dalam Rangka QRIS, Apresiasi Perbankan dalam Rangka Pengelolaan Uang Rupiah, dan Apresiasi Kas Titipan.
Sinergi dan optimisme sangat dibutuhkan untuk menghadapi berbagai tantangan utama, diantaranya: (1) Scaring effect pandemi yang menyebabkan pemulihan berjalan lebih lama; (2) Krisis Energi dan pemanasan global yang menuntut minimalisasi emisi karbon. Pengenaan pajak karbon berpotensi meningkatkan harga jual produk dan menurunkan daya saing produk pada skala global; (3) Penggunaan tekonologi digital yang semakin masif; dan (4) Ancaman penurunan daya saing komoditas potensial daerah.
“Berbagai langkah sinergi, penguatan, dan inovasi perlu dilakukan untuk terus mendorong kinerja pemulihan ekonomi Sulsel. Konsep green economy perlu diimplementasikan untuk mengurangi jejak emisi karbon. Hilirisasi industri dibutuhkan untuk menciptakan nilai tambah berbagai komodtias dan potensi daerah. Peningkatan kapasitas SDM perlu terus dilakukan,”pungkasnya.
Diketahui penerapan digitalisasi juga perlu dilakukan pada semua aspek usaha untuk menjawab tantangan ekonomi global. Pada akhirnya, sinergi dan inovasi ini diiharapkan bisa menciptakan pemulihan ekonomi yang berkelanjutan dan mewujudkan Sulsel yang semakin maju dan sejahterah.