Oleh : Salim Majid ( Wartawan/ wakil Ketua PWI Sulbar)
Hari Pers Nasional yang jatuh pada 9 Februari 2025 menjadi moment penting merefleksikan kembali eksistensi pers, tentang sejarah perjalanannya yang cukup panjang dalam menapaki setiap perubahan zaman. Serta kontribusi yang bermakna dalam proses pembangunan di negeri ini.
Terlepas dari jejak perjuangan pers Indonesia, yang tak kalah menarik adalah keberadaan sang wartawan sebagai individu yang memiliki peran urgen untuk melahirkan satu produk berita menjadi sebuah karya jurnalistik yang bisa dipercaya, profesional dan bertangungjawab.
Lahirnya satu karya jurnalistik tak lepas sejauh mana seorang wartawan menjunjung tinggi nilai – nilai integritas sebagai mahluk individu ( personal ).
Dari sinilah mulai muncul tantangan yang ribet dan rumit. Karena bicara integritas tak lepas dari kualitas kejujuran dan prinsip moral yang kuat menjadi satu keniscayaan yang melekat dalam diri seorang wartawan.
Mengapa demikian? Karena tak mungkin lahir satu karya jurnalistik yang bagus tanpa integritas. Karena integritas tak hanya semata kejujuran dan moral individu tapi juga konsitensi antara ucapan dan perbuatan tercermin dari karya jurnalistik itu sendiri.
Informasi yang dikemas dari tangan seorang wartawan menjadi karya jurnalistik dan terus dikonsumsi publik akan mempengaruhi opini publik. Dari aspek ini akan memunculkan pertarungan antara integritas ( idealisme) dan kepentingan ( godaan).
Godaan bisa datang dari luar (eksternal) dan dari dalam ( internal). Dalam konteks Islam godaan yang bersumber dari hati sang wartawan. Sedangkan dari luar bisa datang dari mahluk atau iblis yang mencoba mempengaruhi hati sang wartawan.
Konflik batin akan bertarung antara yang baik dan buruk. Seperti yang saya sampaikan soal integritas. Jika kata tak sesuai perbuatan atau lain dibibir lain dihati. Karena hati akan mencerminkan perbuatan.
Imam Athaillah menyebutnya apa yang disembunyikan di hati akan nampak jejaknya di wajah. Artinya cahaya kebaikan yang bersumber dari hati yang bersih itu akan terlihat di wajah.
Bagaiman mungkin bisa melahirkan sebuah karya jurnalistik, jika hati tak jujur, dipenuhi amarah, dengki, iri dan penuh kesombongan.
Ingat informasi yang datang dari segalah penjuru mata angin tak selamanya bisa jadi berita. Informasi disebut berita jika melalui proses verifikasi, cek dan ricek kebenaran informasi tersebut. Dalam ilmu teologi Islam disebut penyaksian, jika panca indera tak mampu menangkap. Maka dibutuhkan penalaran untuk memastikan benar tidaknya informasi itu.
Tantangan
Masih soal integritas terkait pula soal moral. Bicara moral tak lepas pula soal akhlak. Pondasi utama seorang wartawan adalah moral karena terkait masalah kredibilitas.
Jika tak dibekali dengan moral yang baik akan berdampak buruk pada kredibilitas media itu sendiri. Kepercayaan publik akan memudar. Artinya publik sudah tidak mempercayai lagi media tersebut. Dengan sendirinya seorang wartawan akan kehilangan kepercayaan di mata publik.
Moral juga tak lepas dari persoalan hati nurani. Karena hati nurani akan bertindak sebagai pengendali akal. Mahkota hati inilah yang mampu menolak atau menerima segala godaan.
Entah godaan materi atau non materi yang bisa mempengaruhi produk berita. Padahal kitab seorang wartawan sudah dibekali. UU Pers No 40 tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik, plus Kode Etik Prilaku Wartawan. Bahkan disebutkan wartawan indonesia bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sedikit mengadopsi hukum Islam ( fiqih) tentang haram dan halal. Dilarang menerima suap dan memakan barang haram. Dilarang menyebar informasi bohong. Dilarang memeras dsb.
Jika ada seorang wartawan yang berurusan dengan hukum. Kemungkinan ada 2 masalah, belum paham kitabnya, atau pura – pura tidak paham.
Subtansi dari masalah tersebut bukan terletak soal UU Pers dan Kode Etiknya atau Kode Prilaku. Tapi lebih pada rasa takut dan malu kepada Allah. Karena dengan rasa takut dan malu itu muncul, integritas dan moral akan mengikut. Jika tidak kata integritas hanya slogan saja, seperti pepesan kosong.
Selamat Hari Pers Nasional
Semoga Pers Tetap Jaya. Amin YRA.