Oleh : Muslimin.M
Tidak lama lagi pelantikan kepala daerah yang baru hasil pilkada tahun 2024 akan segera dimulai, diperkirakan sekitar minggu kedua Pebruari tahun ini, dan itu artinya kepala daerah yang baru ini akan segera bekerja untuk menunaikan janji politiknya sebagai mana yang sering disampaikan pada saat kampanye dulu dan kemudian dituangkan didalam visi misinya. Seiring dengan itu ada banyak muncul pertanyaan di masyarakat apakah kepala daerah ini benar-benar akan bekerja untuk masyarakat ? atau jangan-jangan memiliki kepentingan lain atau disandra oleh oligarki ?. Tulisan ini tentu tidak membahas mengenai pelantikan kepala daerah yang baru tersebut, tetapi mencoba menjawab pertanyaan yang sering muncul di masyarakat kita.
Memang tidak dipungkiri bahwa kepala daerah sering berada di posisi yang terjepit antara kepentingan politik yang dinamis, kekuatan oligarki yang mengendalikan banyak aspek kehidupan sosial dan ekonomi. Di satu sisi, sang kepala daerah harus mewakili rakyat dan bekerja untuk kemajuan daerah yang dipimpinnya. Namun, di sisi lain dia tak jarang harus berhadapan dengan kelompok-kelompok elit yang memiliki kekuasaan besar dan pengaruh yang kuat dalam pengambilan kebijakan.
Fenomena oligarki dalam politik Indonesia semakin menguatkan posisi kepala daerah dalam posisi yang sulit. Oligarki yang terdiri dari para elit atau kelompok dengan kekayaan dan kekuasaan yang luar biasa, memiliki pengaruh besar dalam menentukan arah kebijakan daerah, dan kepala daerah harus menjaga hubungan dengan kelompok oligarkis ini untuk memperoleh dukungan politik, baik dalam bentuk dana, jaringan, ataupun sumber daya lainnya yang dibutuhkan dalam menjalankan pemerintahan. Dalam kondisi seperti ini bisa memengaruhi independensi keputusannya karena kebijakan yang diambil cenderung dipengaruhi oleh kepentingan kelompok-kelompok elit tersebut.
Kepentingan politik juga semakin memperkeruh situasi. Dalam banyak kasus, kepala daerah terikat oleh kewajiban untuk mengakomodasi kepentingan partai politik atau koalisi yang mendukungnya dalam pemilihan. Tekanan politik ini bisa memaksa kepala daerah untuk mengesampingkan program-program yang sebenarnya lebih bermanfaat bagi rakyat demi memenuhi tuntutan partai atau kelompok politik tertentu. Pada akhirnya, kebijakan yang diambil sering lebih menguntungkan pihak-pihak yang memiliki kekuatan politik dan finansial, bukannya masyarakat yang seharusnya menjadi prioritas utama.
Ketergantungan kepala daerah terhadap dukungan politik dan kekuatan oligarki ini dapat menciptakan ketimpangan dalam pemerintahan. Sebagai contoh, pembangunan yang seharusnya berorientasi pada kesejahteraan umum bisa malah lebih menguntungkan kelompok-kelompok tertentu yang memiliki pengaruh besar. Pengalokasian anggaran, izin proyek besar, atau kebijakan ekonomi yang disusun sering kali mencerminkan kepentingan elit daripada kebutuhan rakyat secara keseluruhan.
Untuk menciptakan pemerintahan yang lebih baik, dibutuhkan reformasi yang mengurangi pengaruh oligarki dalam politik daerah. Kepala daerah perlu diberdayakan untuk bisa mengambil keputusan secara independen, tanpa harus terus-menerus berada di bawah tekanan politik atau kekuatan oligarkis. Masyarakat juga harus lebih aktif dalam mengawasi kebijakan yang diambil oleh kepala daerah, untuk memastikan bahwa kepentingan rakyat tidak terkalahkan oleh kepentingan segelintir orang yang mengendalikan sistem politik.
Kepala daerah seharusnya menjadi pemimpin yang mampu menyeimbangkan kepentingan politik dan kebutuhan rakyat, bukan sekadar menjadi alat kekuasaan yang digunakan oleh pihak-pihak dengan agenda pribadi. Agar pemerintah daerah bisa benar-benar menjalankan fungsinya dengan maksimal, keseimbangan antara kekuatan politik dan oligarki harus diatur sedemikian rupa, sehingga prioritas utama tetap pada kesejahteraan masyarakat.
Untuk Rakyat atau Oligarki
Di tengah dinamika politik yang semakin kompleks, peran kepala daerah sebagai pemimpin di daerah semakin penting untuk memastikan kesejahteraan rakyatnya. Tetapi, sering kita menyaksikan bagaimana kepala daerah terjebak dalam pengaruh kuat oligarki yang dapat merugikan kepentingan masyarakat. Di sinilah peran kepala daerah yang memihak pada rakyat, dan bukan pada kelompok oligarkis menjadi sangat krusial.
Kepala daerah yang memihak pada rakyat seharusnya lebih fokus pada pengambilan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup warganya, harus mampu mengutamakan program-program yang langsung berdampak pada masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan kesejahteraan sosial. Kebijakan yang berpihak pada rakyat mencerminkan pemahaman yang mendalam mengenai kebutuhan dasar masyarakat dan menciptakan perubahan positif yang berkelanjutan.
Sayangnya, dalam banyak kasus, kepala daerah sering terjebak dalam kepentingan politik dan kekuasaan yang lebih besar. Oligarki dengan kekayaan dan kekuasaan yang sangat besar, sering mencoba mempengaruhi keputusan politik kepala daerah demi keuntungan pribadi atau kelompoknya. Misalnya dalam hal perizinan usaha, proyek pembangunan, atau kebijakan ekonomi, keputusan-keputusan yang dibuat lebih cenderung menguntungkan segelintir orang yang dekat dengan kekuasaan, sementara kebutuhan masyarakat yang lebih luas sering terabaikan.
Tetapi, ada beberapa kepala daerah justru memilih untuk menentang dominasi oligarki dan memihak kepada rakyat. Mereka berani mengambil kebijakan yang mungkin tidak populer di kalangan elit politik dan pengusaha, namun tetap mengutamakan kesejahteraan masyarakatnya. Misalnya, dengan mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk sektor pendidikan dan kesehatan daripada untuk proyek-proyek yang lebih menguntungkan bagi kelompok tertentu. Mereka juga lebih transparan dalam pengelolaan anggaran daerah, sehingga masyarakat bisa mengawasi penggunaan dana publik yang lebih efisien dan tepat sasaran.
Kepala daerah yang memihak pada rakyat bukan hanya berperan sebagai pemimpin, tetapi juga sebagai agen perubahan yang mampu meruntuhkan praktik oligarki yang sudah terlalu lama mengakar dalam sistem politik. Dengan memilih untuk tidak tergantung pada oligarki, kepala daerah bisa membuka peluang bagi masyarakat untuk lebih terlibat dalam proses pengambilan keputusan, juga menjadi simbol dari pemerintahan yang bersih dan berorientasi pada kesejahteraan rakyatnya.
Untuk mewujudkan ini, tidaklah mudah. Kepala daerah yang memilih untuk menentang oligarki harus menghadapi risiko politik yang besar, bisa saja kehilangan dukungan dari kelompok politik yang mendukungnya, atau bahkan menghadapi tekanan dari oligarki itu sendiri. Oleh karena itu, kepala daerah yang memihak pada rakyat memerlukan dukungan dari masyarakat dan partai politik yang memiliki komitmen terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan pemerintahan yang adil.
Pada akhirnya, kepala daerah yang benar-benar memihak pada rakyat adalah mereka yang memahami bahwa kekuasaan yang mereka miliki bukan untuk melayani kepentingan pribadi atau golongan tertentu, tetapi untuk membawa perubahan nyata yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Masyarakat pun harus semakin kritis dan aktif dalam mengawasi kebijakan kepala daerah, agar kepentingan rakyat selalu menjadi prioritas utama dalam setiap keputusan yang diambil.(**)