Luwu Utara, daulatrakyat.id — Seperti diketahui bahwa program SFITAL (Sustainable Farming in Tropical Asian Landscapes) atau Sistem Pertanian Berkelanjutan di Kabupaten Luwu Utara ini telah berlangsung sejak 2020 yang diawali dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Pemerintah Kabupaten Luwu Utara, Rainforest Alliance (RA), dan ICRAF.
Khusus di Kabupaten Luwu Utara, program yang didanai oleh International Fund for Agricultural Development (IFAD) ini fokus terhadap pembangunan kakao yang berkelanjutan. Program SFITAL akan berlangsung selama lima tahun. Itu berarti bahwa program ini akan berakhir pada 2025. Nah, sejauhmana kontribusi SFITAL terhadap pembangunan kakao berkelanjutan sejauh ini?
Untuk mengetahui output yang dihasilkan dari program ini, ICRAF bersama RA dan PT MARS melaksanakan Workshop Evaluasi Hasil Program SFITAL, Kamis (14/11/2024), di Aula La Galigo Kantor Bupati. Workshop ini difasilitasi oleh Pemda Lutra melalui Badan Perencanaan Pembangunan, Riset dan Inovasi Daerah (Bapperida).
Workshop ini dibuka Kepala Bapperida, Drs. H. Aspar. Dalam sambutannya, Aspar menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang terlibat, karena telah menginisiasi berbagai kegiatan yang berfokus pada pembangunan kakao berkelanjutan yang dilakukan secara kolaboratif dengan melibatkan unsur pemerintah daerah, mitra pembangunan, dan sektor swasta di Luwu Utara.
“Program SFITAL akan berakhir pada 2025, sehingga sangat penting untuk menilai sejauhmana kontribusi program ini terhadap pembangunan kakao berkelanjutan di Lutra. Termasuk memotret dan mengidentifikasi kesenjagan yang masih ada,” tutur Aspar, seraya mengatakan, evaluasi ini menjadi dasar bagi penyusunan strategi guna memastikan keberlanjutan dari program SFITAL.
Aspar menambahkan, program SFITAL atau Sistem Pertanian Berkelanjutan di Lanskap Tropis Asia ini telah memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap Luwu Utara sejak program SFITAL ini dilaksanakan. Yang pertama, kata Aspar, SFITAL telah banyak membantu merumuskan master plan pengembangan kakao berkelanjutan di Luwu Utara, sehingga pemda memiliki arah yang jelas dalam peningkatan kualitas dan kuantitas produksi kakao.
“Yang kedua adalah adanya kolaborasi antar-pemangku kepentingan melalui pembentukan Pokja Kakao Lestari. Program ini memfasilitasi kolaborasi antara pemerintah daerah, petani, akademisi, serta sektor swasta lainnya dalam pengembangan sektor pertanian, khususnya kakao. Kolaborasi ini penting untuk memastikan keberhasilan program dan keberlanjutannya,” bebernya.
Kontribusi yang tak kalah pentingnya adalah adanya peningkatan kapasitas petani. Di mana SFITAL telah memberikan pelatihan dan pendampingan kepada petani kakao, sehingga meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam menerapkan praktik pertanian berkelanjutan. “Program ini juga mendorong inovasi di sektor pertanian, seperti penerapan agroforestri yang dapat meningkatkan produktivitas dan menjaga kelestarian lingkungan,” terangnya.
Tak hanya itu, kontribusi SFITAL lainnya yang juga tak kalah pentingnya adalah adanya peningkatan kesejahteraan petani yang tergambar dengan meningkatnya produktivitas dan kualitas produksi kakao. “Secara keseluruhan, SFITAL berkontribusi mewujudkan visi Luwu Utara untuk memiliki pertanian berkelanjutan, dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” jelasnya.
Mantan Sekretaris DPRD ini juga membeberkan dampak spesifik lainnya dari program SFITAL ini, yaitu terjadinya peningkatan pendapatan daerah. Dengan meningkatnya produksi dan kualitas kakao, maka potensi pendapatan dari sektor pertanian juga akan meningkat.
“Praktik pertanian berkelanjutan yang dipromosikan SFITAL, juga dapat membantu melestarikan lingkungan serta sumber daya alam lainnya. Yang terakhir adalah adanya peningkatan daya saing produk. Dengan kualitas yang lebih baik, maka tentu produk kakao dari Kabupaten Luwu Utara juga akan makin kompetitif di pasar global,” paparnya.
“Sekali lagi, kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak. Di antaranya IFAD, serta ICRAF yang memimpin implementasi dengan PT MARS dan RA sebagai mitra utama program SFITAL yang telah mendukung kami dalam mewujudkan kakao lestari, mengembalikan kejayaan kakao sebagai salah satu komoditas kebanggaan kami sehingga dapat menjadi lebih baik lagi,” pungkasnya.
Sebelumnya, Senior Ecological Model SFITAL Indonesia Project Coordinator ICRAF, Dr. Betha Lusiana, menyebutkan bahwa kegiatan yang dilaksanakan ini menjadi momentum tepat untuk melakukan evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilaksnakan dalam program SFITAL sejauh ini. “Ini kesempatan yang baik untuk melakukan evaluasi terhadap berbagai kegiatan dan hasil keluaran yang sudah didapatkan selama ini,” tutur Betha.
Dikatakannya, workshop ini merupakan bagian dari bentuk evaluasi terhadap output kegiatan SFITAL, apakah kegiatan tersebut memberikan dampak positif terhadap pembangunan kakao berkelanjutan di Lutra. “Evaluasi ini sebetulnya bukan mengevaluasi kinerja, tetapi lebih kepada sejauhmana output kegiatan ini bermanfaat bagi pembangunan kakao berkelanjutan,” jelasnya.
“Inilah tujuan dari kegiatan SFITAL selama ini, yaitu kami ingin mendorong agar pembangunan kakao berkelanjutan bisa dilaksanakan dengan baik, dengan mengutamakan peran dari para petani kita. Jadi, sekali lagi, kami ingin mendorong bagaimana petani-petani ini bisa mengelola kakaonya secara berkelanjutan dan mendorong kesejahteraannya,” jelasnya menambahkan.
Tak lupa, ia juga menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak terkait lainnya, di antaranya RA, PT MARS, serta mitra pembangunan lainnya. “Alhamdulillah, kami bekerja sama dengan RA, PT MARS, dan mitra lainnya, yang memang memiliki jejak yang cukup kuat di Luwu Utara, sehingga kegiatan tetap berlangsung dengan baik,” jelas Betha lagi.
“Harapannya nanti, ini bisa menjadi acuan juga bagi kami dalam waktu yang tinggal sedikit lagi, untuk melihat gap apa yang ada, atau kesenjangan apa yang ada, yang bisa kami dorong dan tentunya juga kami ingin stafetkan kepada mitra pembangunan terhadap proyek-proyek yang masih berlangsung di Kabupaten Luwu Utara,” tandas Bheta, yang juga Peneliti dari ICRAF ini.
Turut hadir dalam workshop ini, Kelompok Kerja (Pokja) Kakao Lestari yang melibatkan Perangkat Daerah terkait (Bapperida, Diskominfo, Dinas Pertanian, DPUTRPKP2, Dinas Lingkungan Hidup, DP2KUKM, Dinas PMPTSP, Dinas PMD, Dinas Sosial, DP3AP2KB, dan BPKD), mitra pembangunan, perguruan tinggi, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Dinas Kehutanan Sulsel, dan media. (lhr/jal/dr)