Catatan Lepas Dari Kota Para Wali Allah Martapura
Oleh : Salim Majid
Pertama kali kaki ini menyentuh tanah para wali di Martapura, Banjarmasin, Kalimantan Selatan,Kamis siang, 23 Agustus 2024. Aura teduh menyejukkan hati mulai terasa merasuk kedalam Sukma.
Setelah menempuh perjalanan darat menggunakan grab dan biaya Rp 300 ribu PP dengan jarak tempuh kurang lebih 2 jam akhirnya tiba di kota para wali itu.
Berjalan beberapa meter memasuki lorong – lorong, mata kami mulai dijejali penjual aneka alat sholat seperti songko, surban, tongkat dan aneka perhiasan batu mulia.
Kurang lebih pukul 13.00 Wajah ini mulai menyentuh masjid Raudhatul Sekumpul tuk melaksanakan sholat duhur. Persis dibelakang Masjid Raudhatul Sekumpul, disitulah makam Syekh Muhammad Arsyad Albanjari( Datu Kalampaian) dan KH Muhammad Zaini bin Abdul Ghani( Guru Sekumpul). Sayangnya makam sang guru tareqat ini tak diperbolehkan ziarah alias masih tertutup.
” Sejak covid tutup pak. Dan sampai sekarang belum dibuka sudah ada 4 tahun ini tertutup,” ujar seorang pedagang disekitar makam sang guru sekumpul.
Dibawah kubah makam Guru Sekumpul, kami berfoto sebentar sambil berdoa kepada Allah SWT. Semoga berkah dan atas izin Allah kaki ini akhirnya sampai jua di Makam sang Guru Sekumpul. Alhamdulilah. Dalam hati kami berbisik lembut, semoga umur panjang kami bisa kembali berkunjung kesini. Amin YRA.
Ada yang menarik, sekaligus bikin hati kami penasaran. Nuansa religius dan penuh keyakinan bagi warga sekitar. Disetiap rumah dan warung – warung makan terpangpang foto – foto sang guru tareqat itu. Sangat mudah kami jumpai, berbagai alasan mengapa foto kedua waliyullah itu dipasang disetiap rumah dan warung.
Warga setempat, dan pada umumnya di Kota Banjarmasin menyakini foto para wali Allah itu bisa membawa berkah. Warga setempat sangat menghargai para ulama disana.
” Sengaja kami pasang pak sebagai panutan kami. Sekaligus membawa berkah,” ujar seorang pedagang nasi di Banjarmasin.
Bahkan di Rujab Gubernur Kalsel nampak jelas kedua foto ulama kharismatik itu. Di malam penutupan dan ramah tamah Porwanas ke XIV Banjarmasin. Gubernur Kalsel Paman Biring sengaja mengundang para wartawan se Indonesia itu makan malam di Rujabnya.
Mata ini hanya tetuju kepada kedua foto guru tareqat itu. Datu kalampian dan Guru Sekumpul. Disampingnya ada foto Presiden RI dan Wapres.
Sangat terasa aura keteduhan mengalir malam itu. Suasana tenang. Meski sang pemilik rumah tak sempat hadir hanya diwakilkan.
Salut beribu salut kepada Pemprov Kalsel yang masih menghormati para ulamanya. Kami tidak membandingkan Sulbar misalnya. Mengapa kita tidak mencoba meniru Pemprov Kalsel?.
Padahal di tanah mandar begitu banyak ulama yang hampir setara dengan Datu Kalampaian dan Guru Sekumpul. Sebutlah KH.Muhammad Tahir( Imam Lapeo), dll yang tidak sempat disebutkan satu – satu.
Nuansa religius begitu sangat terasa tatkalah suara adzan saling bersahutan di subuh hari. Lalu lalang kendaraan dijalan utama begitu ramai. Masjid – masjid nampak penuh para jamaah yang menunaikan sholat subuh.
Pasar pagi mulai menggeliat menjajakan beragam jajanan khas Banjar. Nasi kuning dan Coto Banjar, serta bermacam- macam kue cukup mengganjal perut plus secangkir kopi dan sebatang rokok.
Menelusuri jalan utama subuh hari menuju Masjid kurang lebih 300 meter dari Hotel tempat kami nginap ( Kontingen PWI Sulbar) menjadi kesan tersendiri.
Berlama – lama didalam masjid yang begitu luas menjadi kebiasaan. Menghabiskan waktu subuh berdzikir dan bersalawat adalah moment yang indah.
Usai berdoa dan bersalaman sesama jamaah meski tak saling mengenal. Namun tetap melebur dalam persaudaraan sebagai sesama muslim.
Begitu dan begitu terus sepekan subuh menghabiskan hari bersama para jamaah. Hingga batas waktu harus kami pulang kampung. Semoga Allah SWT mempertemukan kita kembali pada Porwanas berikutnya. Amin YRA.
Catatan perjalanan jurnalistik ini tak lain sebagai pengobat rasa rindu kepada sang wali Allah.***