Oleh :Eka Khaerandy Oktafianto
Bunyi Prioritas Nasional (PN) pertama dalam rencana kerja pemerintah (RKP) adalah penguatan ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas dimana salah satu program pemerintah terkait hal tersebut adalah penguatan kewirausahaan dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi. Salah satu hal yang bisa dijadikan kegiatan terkait program diatas adalah peningkatan kemitraan dari UMKM.
Covid-19 tidak hanya berdampak pada kesehatan namun juga mengguncang perekonomian Indonesia. Berbagai pembatasan sosial untuk mengendalikan Covid-19 berdampak parah pada keberlangsungan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang menjadi ladang penghidupan bagi sebagian pekerja Indonesia. UMKM memiliki peranan yang besar dalam perekonomian di Indonesia. Menurut data pada tahun 2021, rasio kewirausahaan UMKM sekitar 3,65 persen. Selain itu, kontribusi UMKM terhadap PDB Indonesia sebesar 62 persen. Selain itu, rasio kredit UMKM terhadap total kredit perbankan sebesar 20,9 persen.
Memberikan perhatian terhadap UMKM selain mendorong pertumbuhan ekonomi juga memberikan kehidupan bagi jutaan tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya pada UMKM. Di Sulawesi Barat, menurut data dari Survei Tenaga Kerja Nasional (SAKERNAS) tahun 2021 menurut status pekerjaan utamanya, dari 686,54 ribu pekerja, terdapat 149,32 ribu penduduk yang bekerja mandiri, 166,46 penduduk yang berusaha dibantu buruh tidak tetap, 8,35 ribu penduduk yang berusaha dibantu buruh tetap. Diantara pekerja tersebut pasti sedikit banyak yang bekerja pada kategori UMKM.
Dampak dari pandemi Covid-19, menurut kajian dari BAPPENAS bahwa 98 persen UMKM terkena dampak dan mengalami permasalahan demand shock dan supply shock, seperti berkurangnya perminataan atau pesanan barang, adanya kesulitan mendistribusikan produk usaha, adanya kenaikan bahan baku yang membuat kesulitan akses bahan baku, dll. Oleh karena itu, adanya pandemi Covid-19 ini perlu upaya mitigasi dari pemerintah untuk program intervensi agar UMKM bisa tetap jalan dan semakin mandiri. Jika pada krisis ekonomi 1998 UMKM mampu bertahan dan bahkan menjadi penyelamat, maka saat pandemi Covid-19 ini justru UMKM yang paling terkena imbas dari berbagai pembatasan kegiatan untuk mengendalikan penyebaran Covid-19. Upaya pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional salah satunya dengan memberikan Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM). Kecepatan dan ketepatan penyaluran bantuan tentu sangat dibutuhkan untuk meminimalisir dampak pandemi bagi pelaku UMKM. Namun, yang menjadi masalah adalah data UMKM yang akurat belum tersedia, sehingga berisiko terjadi ketidaktepatan sasaran bantuan.
Pandemi Covid-19 ini semakin menyadarkan akan pentingnya ketersediaan data yang akurat terkait UMKM mulai dari tingkat administrasi paling bawah hingga tingkat nasional. Sebagaimana dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja mengamanatkan untuk melakukan pendataan UMKM dan hasil pendataan tersebut sebagai basis data tunggal UMKM. Basis data tunggal tersebut akan menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan mengenai UMKM. Dalam PP No. 7 Tahun 2021 tentang kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan UMKM, basis data tunggal mengacu pada standar minimal yang memuat identitas usaha dan identitas pelaku usaha. Dalam penyusunan standar data dilakukan oleh kementerian setelah berkoordinasi dengan badan yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang statistik (BPS). Segala bentuk afirmasi kepada UMKM baik dilakukan oleh pemerintah pusat atau daerah harus mengacu kepada satu data UMKM. Pengembangan UMKM diantaranya melalui penyediaan tempat promosi, pemberian insentif, pengelolaan terpadu UMKM (klaster), dan penggunaan produk UMKM dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Hasil pemeriksaan BPK pada tahun 2020 terhadap laporan awal penyaluran BPUM, terdapat penerima BPUM yang tidak sesuai dengan kriteria. Beberapa faktor ketidakteparan penerima BPUM diantaranya karena belum adanya satu data atau basis data tunggal terkait UMKM. Sedangkan dalam praktiknya dibutuhkan pendataan dan penyaluran secepatnya untuk membantu usaha mikro terdampak pandemi. Oleh karena itu langkah yang diambil oleh Kementerian Koperasi dan UMKM pada tahun 2022 di antaranya adalah integrasi satu data melalui pengadaan kegiatan Pendataan Lengkap Koperasi dan UMKM (PL-UMKM) tahun 2022 dimana bertujuan utama untuk mewujudkan satu data UMKM. Satu data UMKM ini akan memudahkan dalam memetakan UMKM berdasarkan lapangan usaha, produk yang dihasilkan, penggunaan teknologi, penyerapan tenaga kerja, maupun indikator lain sesuai kebutuhan. Dengan basis data akan mudah dipetakan kebutuhan atau program yang dibutuhkan dalam rangka scale up UMKM.
Dalam kegiatan ini, BPS sebagai pembina kegiatan statistik sektoral berfungsi untuk melakukan pendampingan dan pembinaan terkait kegiatan PL-UMKM tersebut. Kegiatan PL-UMKM ini dilakukan di seluruh Indonesia termasuk wilayah Sulawesi Barat. Bentuk pendampingan yang dilakukan seperti mengadakan sharing knowledge, rekomendasi metodologi dan sistem database, standar data variable kuesioner, serta sosialisasi dan training of trainers. Kegiatan ini berlangsung pada tahun 2022 hingga 2024. Untuk tahun 2022 ini, pendataan UMKM di Sulbar berfokus kepada Kabupaten Mamuju dan Mamasa mulai 01 April 2022. Sebelum kegiatan lapangan pendataan, sebelumnya dilakukan perekrutan petugas serta pelatihan kepada calon enumerator (petugas lapangan). Mari Bersama kita kawal dan bantu terlaksananya PL UMKM ini. (*)