Luwu Utara, daulatrakyat. id — Beberapa tokoh masyarakat Desa Mulyasari, Kecamatan Sukamaju, sangat menyayangkan sikap yang dilakukan oleh Imam Desa Mulyosari.
Berdasarkan informasi yang kami himpun dari beberapa tokoh masyarakat Desa Mulyasari mengatakan, Imam Desa Mulyasari diduga melakukan kampanye di dalam mesjid. Sehingga jamaah sholat tarwih merasa kecewa, karena apa yang disampaikan oleh imam desa bicara politik di masjid dan ini membuat gaduh masyarakat.
“Kalau di dalam mesjid tidak boleh menyampaikan hal-hal berkaitan dengan politik. Meski tidak ada nama salah satu cakades yang disebut, namun perkataan menyinggung salah satu calon,” kata salah satu tokoh masyarakat Desa Mulyosari saat ditemui dikediamannya, Selasa (04/05).
“Masyarakat kalau memilih jangan sampai seperti yang sudah-sudah, artinya banyak yang tidak luruslah, banyak yang korupsi,” ujarnya sambil meniru percakapan imam desa.
“Pada saat itu banyak warga yang mengatakan saat mereka keluar dari mesjid bahwa tidak cocok itu apa yang disampaikan tadik imam desa,” imbuhnya
Sementara itu, KS yang juga tokoh masyarakat Desa Mulyasari menyebutkan, setidaknya kita selaku tokoh bersifat netrallah, sekarang dia lakukan kampanye di mesjid itu sebenarnya tidak boleh.
“Kalau begini caranya imam desa, ini politik yang kurang baik, kok imam desa sudah tahu di mesjid itu tidak boleh bicara politik, kenapa imam desa bicara soal politik di dalam mesjid itu tidak benar,” terangnya.
Lebih lanjut tokoh masyarakat lainnya mengatakan, menurut saya seorang ulama kita banggakan di Desa Mulyasari, diharapkan jamaah di bulan suci Ramadhan untuk menyampaikan tentang kebaikan, ceramah tarwih bukan kampanye di dalam mesjid.
“Apa yang disampaikan imam desa ini menyinggung salah satu kandidat, itu hal yang tidak boleh dilakukan, seharusnya imam desa itu bersifat netral,” ujarnya.
Banyak hal yang disampaikan salah satunya adalah menyampaikan kepada masyarakat kalau calon mau dibantu pasir jangan pilih dia.
“Iya juga mengatakan, kalau memang ada calon dibantu pasir atau dibantu batu jangan dipilih, kita pilih bagaimana yang bisa bermasyarakat. Masih banyak hal yang disampaikan,” pungkasnya.
Sementara itu, Imam Desa Mulyasari saat dihubungi melalui via ponselnya, Rabu (05/05), mengatakan, itu tidak benar, kalau bahasa kampanye tidak ada sama sekali, apalagi kalau bahasa politik, hanya karena kalau berbicara masalah uang soal sogok-menyogok saya bahasakan untuk agama itukan tidak bisa dalam agama.
“Jadi tidak benar itu bahasanya orang-orang seperti itu, kita hanya meluruskan saja pak, memang yang terjadi seperti itu. Kalau saya katakan kalau ada uang untuk suap menyuap itukan tidak bisa saya katakan dalam agama, tergantung sama masyarakat masalah itu,” bantah Imam Desa Mulyasari.
Lebih lanjut ia mengatakan, saya tidak berbahasa memilih, saya hanya meluruskan kalau dalam agama dan saya tidak menyebut.
“Supaya masyarakat paham, dan punya prinsip seperti itu, karena masyarakat kalau saya tidak bahasakan seperti itukan budaya ke depan akan seperti itu,” tandasnya. (jal/dr)