Majene, Daulat Rakyat, Dalam catatan sejarah, Pemerintah Belanda menjadikan Majenen Sebagai salah satu Afdelingnya di Sulawesi , yang disebut Afdeling mandar. Jejak sejarah itu penanda bahwa, kota tua Majene mengubah wajahnya menjadi sebuah kota moderen di Tanah mandar.
Menapaki perubahan itu, tengoklah deretan tata kota dari Pangali Ali, Tanjung Batu , Saleppa , Battayang Tulu, Binanga.
Semenanjung, Tanjung Batu tak ubahnya seperti tata kota yang ada di Eropa. Ditengah perkampungan terlihat blok – blok yang menghubungkan blok yang satu dengan yang lainya. Hingga saat ini, sulit rasanya tersesat di Majene.
Menelusuri jejak sejarah lainnya, satu bangunan peninggalan colonial sebagai gedung Pemerintahan Belanda masih berdiri. Hingga sekolah yang didirikannya mulai SD sampai SMP masih dapat dilihat sampai sekarang.
Bahkan di daearah controller di Kecamatan Tinambung, yang jaraknya sekira 8 km dari Majene. Satu bangunan SD peninggalan Belanda, tepatnya di depan Masjid Tinambung.
Sayangnya, gedung itu telah dirobohkan dan diganti dengan gedung baru. Tak hanya itu Belandapun membangun penjara, kini berganti nama Puskesmas Tinambung.
Dalam aspek kesehatan, fakta sejarah itu berbicara. Colonial tak hanya bercokol di Tanah Mandar, perhatiaannya dalam dunia medis telah mendirikannya sebuah RS yang disebut dalam bahasa mandar Boyang Tomonge, persis di lingkungan Pangali-ngali tepatnya di atas bukit yang viuwnya langsung menghadap ke teluk mandar.
Dari atas RS itu, mata bisa bermanja – manja dengan menatap dari jauh perahu – perahu cadik ( sandeq ) dan le,bo.
Sejauh mata memandang hamparan laut biru dan gelombang menampar wajah karang. Sesekali hembusan angin laut mengelus wajah dan perahu cadik itu terus menari – nari diatas gelombang laut.
Pada angin laut , mengigatkan ruang taman di sebuah negara Istambul Turki , Masjid Biru dan Haga Sopia , memandang laut mahmara dengan jembatannya yang menghubungkan antara benua Asia dan Eropa. Seperti tak ingin beranjak larut dalam suasana eksotis.
Sebagai ibu kota Afdeling Mandar, masyarakat Majene menjadi daerah yang paling pertama mengeyang pendidikan moderen.
Saat itu, fasilitas Pendidikan Moderen di majene, menjadi awal melahirkannya deretan tokoh – tokoh nasional.
Sejumlah tokoh Nasional yang berpengaruh yang pernah sekolah di majene, sebutlah
Prof. Dr. H. Baharuddin Lopa, SH , Ia pernah mengeyam Pendidikan SMP di Majene, sekaligus pernah menjadi Bupati Majene. Jabatan terakhir adalah Jaksa Agung RI pada era Presiden Gusdur.
Nama lain, ada Prof . Dr. Basri Hasanuddin , pernah menjadi rektor Unhas dan terakhir adalah Menko Kesra era Gusdur.
Ada pula, Syarifuddin Kambo , eks Wakapolri dan terakhir Menteri PAN -RB. Dikalangan akademisi, ada
Prof. Dr. H. Masjaya , M.Si (Rektor Unmul), dan
Dr. Akhsan Djalaluddin ( Rektor Unsulbar).
Dari dunia birokrasi, ada Dr.Muhammad Idris DP Mantan Deputi LAN, saat ini menjabat sebagai Sekprov Sulbar. Yang terakhir ada birokrat Srikandi Andi Rita Mariani eks Ka.BKKBN Sulbar, saat ini Ka BKKBN Sulsel. Tentu masih banyak nama – nama yang tak sempat tercatat dalam goresan kecil ini.
Jika menengok nama – nama besar dan pernah berkipra di Nasional. Tentu tebersit dalam benak, bahwa Kota Tua Majene telah banyak melahirkan SDM – SDM yang mumpuni.
Paling tidak perna bersekolah di Majene, bukti penanda awal lahirnya cendikiawan dan pemikir di Sulawesi Barat.
Dengan demikian, genderang MKT-Fest ini dapat menjadi ruang sugesti positif dan penyemangat untuk menjadikan majene sebagai kota Pendidikan.
Marwah kota Majene sebagai kota pendidikan sejatinya kembali menggema dan menghentak dunia. Bahwa, pernah ada dan terus ada, dan menjemput harapan sebagai daerah maju dan Malaqbiq.
Oleh : Salim Majid ( pemred daulatrakyat.id)