Search
Close this search box.

1 Jam Disandera di Huntap Tsunami

Laporan Suwardi Tahir

Palu.daulatrakyat.id- PEMBANGUNAN hunian tetap (Huntap) untuk korban gempa Sulawesi Tengah terus berjalan dan digenjot penyelesiannya.

Sahabat saya Usman Nukma, Direktur PT. Espri Cabang Palu, pengembang yang menangani salah satu proyek Huntap “menyandera” saya ke lokasi yang pekerjanya siang malam beraktivitas, berpacu dengan waktu menyelesaikan bangunan.

Petang, Jumat (28/2) saya ingin beristirahat setelah menempuh perjalanan darat dari Parigi Moutong ke Palu. Namun, Usman langsung nyelonong masuk kamar hotel yang tak terkunci.

”Nggak usah istirahat. Ayo jalan, kita ngopi,” katanya memaksa. Petang itu kami nongkrong di Cafe Tanaris hingga pukul 20.45, kemudian berkeliling kota lalu membelok ke lokasi di seputaran Unversitas Tadulako.

Hingga larut kami di lokasi proyek, berkeliling melihat pekerja yang “bercengkrama” dengan peralatan, mengecet, memasang tegel, dan membenahi material yang ada.

Di ketinggian lokasi kami merasakan udara kota Palu menghembus hawa panas, sekaligus menyesap cahaya malam. ”Kalau pagi pemandangan alam di sini sangat bagus. Bisa melihat gunung dan laut sekaligus. Udaranya juga bersih,” promosinya.

Lokasi Huntap untuk korban gempa ini berada di belakang Universitas Tadulako. Pemerintah menyatakan kawasan ini status hijau yang berarti peruntukannya bisa untuk pemukiman.

Pasca gempa, banyak lokasi diberi tanda merah yang berarti dilarang untuk membangun karena struktur tanah dan elevasinya tidak cocok untuk mendukung kehidupan sosial di atasnya.

Di kawasan Huntap, kata Usman, akan dibangun berbagai fasilitas untuk mendukung kehidupan sosial, ekonomi, kesehatan dan aktivitas olah raga. Semua akan ditunjang sarana transportasi, fasilitas umum, bahkan mall.

”Lokasi ini kelak akan menjadi kota baru yang bernilai ekonomi tinggi,” ungkapnya. Di kawasan ini akan dibangun ribuan unit Huntap dan proses landclearing sudah puluhan hektar.

Fasilitas jalan dalam kawasan yang dulunya hutan ini cukup lebar, sebagian sudah beraspal. Tegangan listrik tersedia dan instalasi air bersih yang cukup untuk semua penghuni dalam proses penyelesaian.

”Konstruksi bangunan ini tahan gempa,” kata Usman, yang juga berprofesi sebagai wartawan. Material bangunan sebagian besar didatangkan dari Jawa karena spesifikasi khusus. Namanya Conwood.

Rumah ini memiliki kelebihan yang cepat dibangun dalam 12 hari, tahan gempa, tahan api, tahan rayap, dan ramah lingkungan, nol persen kayu. Rumah Conwood tipe 36 ini dinyatakan lolos uji tahan gempa dari ITB. ”Arsitekturnya cantik, tahan lama, nyaman, bersih, dan sehat”, tambah Usman.

Setiap bangunan memiliki dua kamar tidur, dapur, toilet dan ruang tamu. Luas tanah 10 m x 15 m berdiri tunggal.

Huntap yang ditangani Usman merupakan bantuan memerintah Filipina dan rakyat Brunei Darussalam
yang disalurkan melalui “The ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on disaster management (AHA Center), lembaga yang bertugas sebagai pusat koordinasi dan informasi penanganan bencana di kawasan ASEAN.

Lokasi yang sudah disediakan pemerintah ini, rencananya akan dilengkapi dengan sejumlah fasilitas umum maupun sosial diantaranya pasar, perkantoran, sekolah termasuk rumah sakit dan balai rehabilitasi narkotika. Di Perkampungan Asean juga segera akan dibangun Mushallah bantuan dari Brunei.


PANTAI TALISE MASIH TERASA ANGKER

MENURUT Walikota Palu, ada sekitar 7.000 rumah yang akan dibangun.
“Kebutuhan hunian tetap untuk korban bencana Palu sekitar 7.000 unit dan saat ini kita sedang upayakan memenuhi kebutuhan itu,” jelas Walikota Palu, Hidayat, saat berkunjung ke lokasi Huntap beberapa waktu lalu, seperti ditirukan Usman.

Khusus di tempat penulis berkeliling karena “dibajak” Usman inspeksi, dinamai lokasi Huntap 1, luas 100 hektar dgn total 1.500 unit rumah. Masih ada lokasi lain yaitu Huntap 2 dan 3 luas lebih 100 Ha. Arab Saudi dan China adalah negara donatur lainnya yang membangun perumahan di Sulteng.

Selain menekuni dunia jurnalistik, Usman yang berasal dari Batu Batu Soppeng ini akrab saya sapa “ustadz” karena setiap Jumat dia berkhutbah di masjid-masjid, bahkan khatib pada hari-hari besar Islam; idul Fitri dan idul Adha.

Di Persatuan Wartawan (PWI) Sulawesi Selatan Usman menjabat sebagai wakil sekretaris, aktif di berbagai organisasi serta rajin menerbitkan buku. Usman sudah bergiat di lokasi Huntap selama 12 bulan, sejak daerah itu masih hutan dan pantai Talise terasa lebih angker di banding saat kami semamalaman di seputar lokasi.

Sekarang kalau ingin menemui ustadz Usman, maka terbanglah ke Palu, carilah di proyek Perkampungan ASEAN Korban Gempa, Tsunami & Lekufaksi, Tondo, Palu.

Asal jangan seperti pengalaman saya, diantar ke lokasi di malam hari, menyusuri pantai Talise yang sepi, mendatangi lokasi yang menjadi pusat kegiatan upacara sebelum gempa, ditunjukkan tempat-tempat pernah ditemukan mayat.

”Di lokasi ini dulu bergelimpangan korban pasca tsunami,” katanya sambil menyusur jalan yang sepi saat pulang. Awwe ndoe.. [Suwardi Thahir –ST]

Ket foto : Ngopi bersama Usman Nukma di Cafe Tanaris sebelum ke Huntap dan dokumentasi lokas

……

Pegadaian

DPRD Kota Makassar.

355 SulSel

Infografis PilGub Sulbar

debat publik pilgub 2024

Ucapan selamat Walikota makassar

Pengumuman pendaftaran pilgub sulsel

Pilgub Sulsel 2024

https://dprd.makassar.go.id/
https://dprd.makassar.go.id/